Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - 18 bakal calon (bacalon) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Mereka dianggap melanggar Pasal 15 Ayat 1 huruf g Peraturan KPU (PKPU) 11/2023.
Ketua Divisi Teknis dan Penyelenggara Pemilu KPU RI Idham Holik mengatakan 18 orang bacalon DPD tersebut merupakan 2,64 persen dari total keseluruhan dengan jumlah 13 orang laki-laki dan 5 perempuan.
Baca juga: Bawaslu: Ada Dua Isu Krusial Soal Pencucian Uang di Pemilu 2024
“Potensinya mereka tak memenuhi Pasal 15 ayat 1 huruf g Peratutan KPU No. 11 Tahun 2013 sebagai tindak lanjut dari amar Putusan MK RI No. 12/PUU-XXI/2023,” kata Idham saat dihubungi, Selasa (16/5/2023).
Sedangkan, total dari 701 bacalon, 683 orang atau sebesar 97,43 persen telah mendaftar menjadi bakal calon ke KPU Provinsi di 38 provinsi.
683 orang itu terdiri atas 548 orang laki-laki dan 135 perempuan.
Baca juga: 683 Dari 701 Bacalon DPD Sudah Mendaftar ke KPU
Diketahui sebelumnya KPU mengumumkan ada total 700 bacalon DPD yang dinyatakan memenuhi syarat dukungan minimal pemilih dan sebaran.
Angka tersebut bertambah menjadi 701 pascaajudikasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Provinsi Sulawesi Utara.
“Di Sulut kalau enggak salah ada putusan Bawaslu hasil ajudikasi. Jadi tambah satu,” ujar Idham.
Sebagai informasi tiga provinsi yang menerima pendaftaran bacalon DPD, pendaftaran bakal calon DPD terbanyak, yaitu: Jawa Barat sebanyak 55 orang, Aceh sebanyak 30 orang, dan Riau sebanyak 29 orang.
Sebaliknya ada 4 provinsi dengan jumlah bakal calon DPD yang paling sedikit, yaitu: Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara.
Baca juga: Komeng Mendaftar Jadi Calon Anggota DPD RI dari Jawa Barat, Ini Tujuannya
Adapun Pasal 15 ayat 1 huruf g tersebut berbunyi:
tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa, bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana, dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang;