Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Argumentasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menghapus Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) untuk Pemilu 2024 dinilai oleh Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih merupakan sebuah logical fallacy atau sesat pikir.
Sebelumnya, Anggota KPU RI Idham Holik menjelaskan alasan dihapusnya LPSDK pada Pemilu 2024 adalah karena tidak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Penghapusan LPSDK juga karena bersinggungan dengan masa kampanye Pemilu 2024.
Menurut KPU, singkatnya masa kampanye mengakibatkan sulitnya menempatkan jadwal penyampaian LPSDK.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, yang merupakan bagian dari koalisi menjelaskan kewajiban penyerahan LPSDK harus diartikan sebagai mandat langsung dari tiga prinsip pemilu yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yakni, jujur, terbuka, dan akuntabel.
Baca juga: Waktu Kampanye Singkat, Parpol Bakal Jor-joran Keluarkan Dana Kampanye, Pengamat: Penting Ada LPSDK
Bukan hanya itu, keterkaitan urgensi LPSDK juga memenuhi Pasal 4 huruf b UU Pemilu yang menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan pemilu bertujuan untuk mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas.
"Mudah sebenarnya untuk mengurai bagaimana kesesatan berpikir dan bengkoknya logika KPU ketika mengeluarkan argumentasi menyangkut penghapusan LPSDK," kata Kurnia dalam keterangannya, Senin (5/6/2023).
"Penting diketahui, terutama para anggota KPU RI, esensi filosofis kehadiran LPSDK guna mendesak peserta pemilu bertindak jujur dalam melaporkan penerimaan sumbangan para calon anggota legislatifnya pada tengah waktu masa kampanye," tambahnya.
Hal itu, lanjut Kurnia, akan membangun instrumen pengawasan secara paralel dari pemilih sekaligus menjadi preferensi sebelum mereka menentukan pilihan politik dalam gelaran pemilu mendatang.
Kurnia juga mengutip teori yang dikemukakan pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar, melalui disertasinya, ihwal KPU merupakan lembaga negara independen dan memiliki kewenangan untuk membuat aturan sendiri sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
"Pertanyaan lebih lanjut, apakah kewajiban menyerahkan LPSDK bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sekalipun tak pernah disebutkan secara spesifik dalam UU Pemilu," tuturnya.
Atas hal ini koalisi masyarakat mendesak KPU mencabut keterangannya dan tetap mengakomodir LPSDK untuk Pemilu 2024.
Juga kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu RI) sebagai lembaga negara yang dimandatkan untuk menjalankan fungsi pengawasan harus menegur KPU dalam hal penghapusan LPSDK.