"Biaya yang saya keluarkan tidak terlalu banyak. Saya habis sekitar Rp300-Rp400 juta, pada saat itu. Itu sedikit kalau buat caleg yang ingin jadi. Bisa lebih. Karena tadi itu, saya tidak ambisius, karena kita tahu skema politik seperti apa," jelas narasumber.
Ia mengatakan, pemberiannya terhadap konstituen saat itu diniatkan untuk bersedekah.
Sehingga, katanya, ketika kalah di Pemilu 2014, narasumber mengaku tetap santai dan tidak ada beban.
Baca juga: Dua Caleg Muda “Sabang-Merauke” PSI Siap Berjuang Lawan Korupsi dan Kerusakan Lingkungan
"Saya niatkan apa yang saya keluarkan itu saya sedekahkan. Saya enggak tahu itu money politic atau bukan. Dan saya keluarkan tidak dalam bentuk uang. Saya keluarkan misalnya mengganti mesin air musala yang ruzak, toa (pengeras suara) musala yang rusak, lekar untuk pengajian, wireless buat pengajian," ungkapnya.
"Itu yang saya berikan. Karena niatan saya seandainya saya enggak jadi, ini jadi amaliah. Kalau saya dulu pribadi gitu," katanya.
Narasumber kemudian menceritakan adanya praktik pemberian uang dari caleg kepada pengurus DPD partai untuk mendapatkan nomor urut muda atau paling tidak sesuai dengan yang diinginkan caleg tersebut.
"Setelah dia masuk (seseorang daftar menjadi caleg). Ada juga mungkin ketua-ketua DPD itu atau tim dari ketua DPD itu yang bermain di situ, ada juga, tapi tidak semuanya mungkin," ungkap narasumber.
"Biasanya itu terjadi di nomor urut ya. Yang ditaruh nomor urut sini, dia enggak mau. Minta nomor urut dimudakan, 'bisa nanti nomor 8', 'ah saya enggak mau'. 'Yaudah nanti ini untuk administrasinya karena harus merubah dan sebagainya', nah itu digeser (nomor urut)," sambungnya.
Baca juga: Surati Ketua MK, Masyarakat Sipil Sampaikan Polemik Aturan KPU Soal Syarat Caleg bagi Eks Narapidana
Ia menjelaskan, praktik pemberian mahar untuk nomor urut itu dilakukan secara empat mata antara caleg yang bersangkutan dengan oknum pengurus partai.
Ia mengaku, mengetahui hal tersebut dari pengalamannya mendapat informasi dari pengurus DPD partai, bahwa nomor urutnya sempat ingin ditukar oleh caleg lain yang berusaha "membeli nomor urutnya".
Sebagai informasi, narasumber saat itu menempati nomor urut tiga.
Berdasarkan pengakuannya, ia tak melakukan praktik pemberian uang apapun kepada pihak pengurus DPD partainya.
"Ya dengar-dengar aja. Dan saya pun waktu itu sempat mau digeser, nomor saya mau dituker. Tapi karena sekjennya pada saat itu orang baik, saya anggap, dan dia memang baik, dia enggak mau (tukar-menukar nomor urut) karena sudah mendekati DCT," katanya.
Menurutnya, praktik tersebut tidak menutup kemungkinan bisa terjadi di mana saja.