TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebelum putusan MK dibacakan hari ini, sikap PDI Perjuangan siap menerima Putusan MK apapun hasilnya.
Demikian dikemukakan Ketua DPP PDI Perjuangan, MH Said Abdullah, Kamis (15/6/2023), menyikapi putusan MK menolak menetapkan Pemilu 2024 dengan sistem tertutup.
Said Abdullah mengatakan PDI Perjuangan sudah melampaui berbagai sistem pemilu.
Baca juga: Bawaslu Hormati Putusan MK Soal Sistem Pemilu 2024 Gunakan Proporsional Terbuka
"Pada masa orde baru saat masih bernama PDI, kami menjalani sistem pemilu dengan proporsional tertutup. Pada tahun 1999 saat PDI Perjuangan mengikuti pemilu dengan sistem proporsional tertutup, kami menang pemilu," ujarnya.
Ketua Badan Anggaran DPR RI ini mengatakan pada saat pemilu 2014 dan 2019 PDI Perjuangan mengikuti sistem pemilu dengan sistem proporsional terbuka dan rakyat masih memberikan kepercayaan terhadap PDI Perjuangan, dan kami memenang pemilu.
"Bukan hanya soal sistem pemilu, PDI Perjuangan juga menjalani perjalanan sejarah mengikuti berbagai sistem perhitungan suara dalam pemilu," ujarnya.
Menurut dia sejak masa orde baru hingga pelaksanaan pemilu 2009, PDI dan kemudian berubah nama menjadi PDI Perjuangan pada tahun 1999 juga telah mengikuti sistem penghitungan suara yang bermacam macam.
Baca juga: MK Putuskan Pemilu 2024 Tetap Gunakan Sistem Proporsional Terbuka, PAN Cermati Lima Hal Ini
Sebelum pemilu 2014, sistem konversi suara menggunakan kuota hare atau yang kita kenal dengan Bilangan Pembagi pemilih (PBB), saat pemilu 2014 hingga kini kita menggunakan sistem konversi suara Sainte Lague.
Baik menggunakan Kuota Hare maupun Sainte Lague, PDI Perjuangan pernah memenangi pemilu.
"Prinsipnya kami siap dan patuh terhadap putusan MK sebab kami pernah ditempa oleh sejarah untuk mengikuti sistem pemilu dan konversi suara yang bermacam- macam," ujar Said Abdullah.
Bagi PDI Perjuangan, Said mengatakan sistem pemilu sangat penting karena tujuannya untuk menguatkan institusi demokrasi, dalam hal ini menguatkan sistem kepartaian sebagai lembaga politik yang berkewajiban menjalankan kaderisasi, pendidikan politik, dan peserta pemilu yang dengan kekusaaan politik sangat menentukan arah perjalanan bangsa dan negara kedepan.
"Oleh sebab itu jangan sampai sistem pemilu mengerdilkan sistem kepartaian dengan mengokohkan watak individualisme," ujarnya.
Menurut dia sistem proporsional terbuka ibaratnya kontestasi “open menu” caleg antar dan intern partai.
Caleg yang mendapatkan perolehan suara besar dalam satu dapil bisa merasa dirinya lebih besar dari partainya.