Sebagaimana diketahui bersama, Demokrat merasa dikhianati oleh Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dan Anies Baswedan.
Demokrat menuding, mereka secara sepihak menetapkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai bakal cawapres.
Ada tiga opsi mengenai langkah politik yang bisa diambil Partai Demokrat.
Opsi pertama, Demokrat akan berkoalisi ke kubu Prabowo Subianto seperti yang dilakukan pada Pilpres 2019 lalu.
Opsi kedua, Demokrat bisa bergabung ke koalisi PDIP yang mengusung Ganjar Pranowo.
Sementara opsi ketiga, mereka membentuk poros baru bersama PPP dan mengajak PKS untuk menawarkan pasangan Sandi-AHY.
"Saya kemudian jadi ingat soal mimpi SBY, kemudian bertemu dengan Jokowi dan Megawati. Saling jemput. Kemudian naik kereta dari Gambir," kata Selamat Ginting, Selasa (5/9/2023).
Selamat mengatakan jika dilihat secara komunikasi politik, tentu ada teori interaksi simbolik.
Sehingga, lanjutnya, hal tersebut memunculkan simbol ada peluang dijajaki, padahal saat itu Demokrat sudah masuk koalisi Perubahan bersama dengan NasDem dan PKS.
"Inilah yang kemudian memunculkan anggapan, mungkin saja, meski sudah di koalisi Perubahan, SBY juga sudah memikirkan kemungkinan-kemungkinan kalau ada jalan atau celah untuk mendekat ke Jokowi atau mendekat ke Megawati," papar dia.
Anies-Cak Imin ubah konstelasi politik
Deklarasi capres dan cawapres dari Partai NasDem dan PKB yang mengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar kejutan yang tidak diduga-duga oleh elite politik dan publik.
Pasalnya, sebelumnya Cak Imin telah membentuk koalisi dengan Prabowo Subianto.
Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menyatakan bahwa munculnya nama Cak Imin sebagai cawapres Anies Baswedan menjadikan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo bakal mengubah rencana cawapres.
Perhitungan cawapres Prabowo dan Ganjar yang sebelumnya populer di survei, berkemungkinan berubah karena faktor wilayah dan basis politik.