Laporan Wartawan Tribunnews, Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Nasyirul Falah Amru menegaskan tampilnya bakal calon presiden Ganjar Pranowo dalam tayangan azan di salah satu stasiun televisi swasta bukanlah praktik politik identitas.
Tokoh NU yang akrab disapa Gus Falah itu menjelaskan, politik identitas yang harus ditolak adalah mengapitalisasi perbedaan ras, etnis, gender maupun agama untuk tujuan politik tertentu.
Biasanya, praktik politik identitas berwujud'penyerangan' pada tokoh, kandidat maupun kelompok dengan identitas suku, ras, gender maupun agama tertentu.
"Contohnya ketika Pemilu 1999, Ibu Megawati pernah diserang propaganda bahwa perempuan tidak boleh jadi pemimpin, dan propaganda itu menjadikan dalil-dalil agama sebagai pembenaran. Inilah politik identitas, menyerang identitas, dalam hal ini gender orang lain dengan menjadikan agama sebagai pembenaran untuk tujuan politik," kata Gus Falah dalam keterangannya, Rabu (13/9/2023).
Gus Falah melanjutkan, politik identitas juga terasa pada Pilgub DKI Jakarta 2017 yang pada saat itu beredar propaganda ajakan untuk tidak memilih kandidat yang tidak beragama tertentu.
Kemudian, lanjut Gus Falah, contoh politik identitas lainnya tampak di Pilgub Sumatera Utara (Sumut) 2018.
Kali ini, isu yang digunakan adalah warga asli versus pendatang.
"Di Pilgub Sumut ada serangan terhadap calon tertentu yang dianggap bukan orang asli Sumut. Jadi clear ya, politik identitas itu berbasiskan serangan terhadap tokoh atau kelompok yang punya identitas tertentu," ucap Gus Falah.
"Nah, sekarang dalam tayangan azan yang menampilkan mas Ganjar itu, apakah ada serangan terhadap identitas tokoh atau kelompok lain? Jelas tidak. Jadi tayangan itu bukan politik identitas, pihak-pihak yang menuduh mbok ya belajar lagi soal apa itu politik identitas," ujarnya.
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Saiful Rahmat Dasuki Sebelumnya juga telah menyatakan bahwa tayangan azan di salah satu stasiun televisi yang menampilkan bakal calon presiden (bacapres) Ganjar Pranowo tidak masuk kategori politik identitas.
Hal itu ditegaskan Saiful di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Saiful menjelaskan azan tersebut hanya merupakan bagian dari syiar agama.
Sehingga kehadiran Ganjar tidak mencerminkan politik identitas.
"Azan itu kan apa ya, bagian dari syiar aja, kecuali kalau memang identitasnya itu aku A, anda A, atribut."
"Itu kan (azan) hanya bagian dari apa ya, ritual yang wajar peringatan hari-hari," ujar Saiful.
"Kalau menurut saya nggak (politik identitas)," ucap Saiful.
Ia mengatakan kemunculan Ganjar pada tayangan azan tidak bermasalah, selama tidak merusak makna azan.
Selain itu, Saiful menilai Ganjar belum ditetapkan sebagai calon presiden secara resmi.
"Itu kan apa ya, bagian dari sebuah proses ya, saya pikir kalau tidak merusak makna azan itu sendiri," tutur Saiful.
Kemenag, kata Saiful, terus mengkampanyekan agar politik identitas tidak terjadi lagi di Pemilu, Pemilihan Presiden, dan Pemilihan Legislatif .
"Karena pengalaman kita kemarin beberapa kejadian itu kan cukup lah menjadi pelajaran yang besar buat kita karena dampak dari politik identitas itu kita rasakan," pungkas Saiful.
Baca juga: Bawaslu Akan Sampaikan Hasil Kajian Ihwal Video Azan Ganjar Jumat Ini
Diketahui, tayangan azan di saluran TV MNC Media milik Hary Tanoesoedibjo menampilkan sosok Ganjar Pranowo sedang mengambil wudhu dan salat.
Tayangan itu menuai polemik, karena menampilkan sosok Ganjar yang merupakan bacapres dari PDIP.