TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan akan membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Ad Hoc guna menangani sejumlah laporan dugaan pelanggaran etik hakim.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, 9 hakim konstitusi tidak berwenang menangani laporan dugaan pelanggaran etik yang diajukan kepada mereka.
Sehingga, rapat permusyawaratan hakim (RPH) telah dilakukan dan menghasilkan perlunya pembentukan MKMK untuk menangani sejumlah laporan yang masuk.
"Karena hakim MK 9 hakim tidak bisa memutus apalagi berkaitan dengan persoalan laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, maka kami telah melakukan RPH untuk menyegerakan membentuk majelis MKMK," kata Enny, dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).
Baca juga: Sejumlah Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Masuk, MK Tak Punya Dewan Etik
Adapun MKMK berisikan 3 anggota. Enny membeberkan, sejumlah nama yang akan mengisi MKMK Ad Hoc ini, yaitu Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.
"Jadi kami sudah sepakat untuk menyerahkan sepenuhnya ini kepada MKMK. Biarlah MKMK yang bekerja sehingga kami hakim konstitusi akan konsentrasi ke perkara yang kami tangani sebagaimana kewenangan dari MK," ucapnya.
Sebagai informasi, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) melaporkan lima hakim konstitusi ke Dewan Etik Hakim Konstitusi buntut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat Capres-Cawapres, Kamis (19/10/2023).
Lima hakim yang dilaporkan di antaranya Anwar Usman, Manahan MP Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.
Mereka dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi.
Baca juga: Aksi di Depan MK, JPPR dan KIPP Tolak Adanya Hubungan Keluarga Antara Presiden-Hakim Konstitusi
Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani mengatakan terdapat berbagai bentuk kejanggalan dalam pemeriksaan hingga putusan permohonan nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia Capres-Cawapres, yang berujung pada pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi hingga cacat formil.
Menurutnya, hal itu berdampak pada legitimasi secara hukum terhadap putusan, termasuk berpotensi pada perselisihan hasil Pemilu 2024 nanti.
Tak hanya dari PBHI, para advokat yang tergabung dalam Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua MK Anwar Usman dan delapan hakim konstitusi lainnya ke MK, pada Rabu (18/10/2023).
Para hakim MK tersebut dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hukum konstitusi setelah memproses sejumlah gugatan uji materi mengenai syarat batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).