News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Suhu Politik Jelang Pemilu Kian Panas, Gejolak Ekonomi Bisa Dihindari Kecuali Ada Hal Luar Biasa

Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ekonom Drajad Wibowo.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksanaan pemilu 2024 kini hanya menghitung bulan.

Manuver dan dansa politik kerap dipertontonkan elite kepada khalayak ramai.

Hal tersebut membuat eskalasi naik level, suhu politik pun kian panas.

Kondisi tersebut pastinya bakal berimbas terhadap kondisi ekonomi dalam negeri.

Ekonom Dradjad Wibowo membenarkan suhu politik kekinian memang kian panas.

Namun, selama tidak terjadi sesuatu yang luar biasa seperti keributan massa dengan eskalasi tinggi memanasnya suhu politik bisa diatasi pasar.

"Suhu politik memang mulai memanas. Tapi selama tidak terjadi hal yang luar biasa, seperti misalnya keributan massa, memanasnya politik ini sudah di'factored'in oleh pasar. Sudah masuk dalam formulasi harga," kata Dradjad saat berbincang dengan Tribun, Rabu (25/10/2023) pagi.

Baca juga: Ini Jawaban Moeldoko Saat Ditanya Dukung Siapa di Pilpres 2024

Dradjad juga memprediksi kondisi ekonomi jelang Pilpres jauh dari gejolak.

Hanya saja perlu diperhatikan mengenai pemicu-pemicunya seperti pecahnya kejadian luar biasa.

"Kecuali itu tadi ada hal yang luar biasa terjadi," kata Dradjad.

Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional(PAN) ini juga menjelaskan tantangan paling berat bagi ekonomi Indonesia sekitar 12 bulan ke depan adalah soal ketahanan dan harga pangan serta energi.

Baca juga: Prabowo dan Kaesang Serukan Pilpres 2024 Santun dan Gembira, Tak Saling Menjelekkan

Berikutnya, masalah ketahanan fiskal, terutama bagaimana menjamin ruang fiskal yang cukup dalam melanjutkan proyek infrastruktur dan menjadi buffer bagi tantangan pangan dan energi.

"Masalah pangan dan energi ini adalah akibat perang Ukraina dan Timur Tengah. Rentetannya ke inflasi dan suku bunga di negara maju, sehinfga pasar keuangan seluruh dunia termasuk Indonesia harus mengalami koreksi. Ujungnya bisa berpengaruh ke penerimaan negara," kata dia.

Dradjad juga mengomentari mengenai adanya pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan(IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang nyaris menyentuh angka Rp 16.000.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini