TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyoroti adanya temuan baru dalam sidang dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi.
Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengungkapkan ada dugaan pembiaran yang dilakukan hakim konstitusi terkait kehadiran Ketua MK Anwar Usman ikut dalam rapat permusyarawatan hakim (RPH) putusan 90/PUU-XXI/2023.
Pelapor mempersoalkannya karena Anwar Usman sejatinya memiliki konflik kepentingan.
Baca juga: Beda Respons MK Dijuluki Mahkamah Keluarga: Arief Hidayat Sedih, Saldi Isra Tertawa, Anwar Usman?
"Ada pelapor yang lain yang mempersoalkannya, nah ini agak berbeda juga, pembiaran. Jadi 9 hakim atau 8 hakim kok membiarkan, ga mengingatkan? Padahal ini kan ada konflik kepentingan," ujar Ketua Majelis Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
Hal ini terkait hubungan keluarga antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36). Di mana Pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.
Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.
"Kok ada sidang (RPH) dihadiri oleh ketua yang punya hubungan kekeluargaan, kan itu kan semua orang tau bahwa ada hubungan kekeluargaan. Kok dibiarin, enggak diingatkan," kata Jimly.
"Sehinga sembilan (hakim) itu dituduh semua, melanggar semua karena membiarkan itu," sambungnya.
Oleh karena itu, Jimly mengatakan, melalui persidangan yang telah dilakukan, MKMK telah mengonfirmasi hal tersebut kepada para hakim konstitusi terlapor.
"Makanya kita tanyain satu-satu. Ya masing-masing punya alasan," ujarnya.
Setelah mengonfirmasi hal tersebut kepada para hakim konstitusi terlapor, Jimly mengaku menemukan respons yang berbeda-beda.
"Ya sudah kita tanya (ke para hakim terlapor). Ada yang dinamika di dalam itu kan macam-macam. nanti biar kami nilai lah. jangan dulu dikemukakan," ucap Jimly.
Baca juga: Hakim MK Manahan Sitompul Bantah Ada Lobi Anwar Usman Supaya Putusan Usia Capres Cawapres Dikabulkan
"Jadi 9 hakim itu masing-masing berbeda-beda, gitu. Jadi nanti ada saja yang ternyata benar, kok ikut memberi pembenaran. Tapi ada juga yang sudah mengingatkan tapi tidak efektif. Ada juga yang pakai 'wuh', gitu-gitu," tambahnya.
Adapun Jimly menegaskan, MKMK nantinya akan menilai hal-hal yang disampaikan para hakim konstitusi terlapor itu.
"Jadi itu substansi yang akan kami nilai nanti," kata mantan hakim konstitusi pertama itu.
Perihal mangkirnya Anwar Usman dalam RPH putusan 3 perkara syarat usia capres cawapres itu sebelumnya diungkap oleh hakim konstitusi Arief Hidayat melalui dissenting opinion.
Ketika itu, 19 September 2023, 8 dari 9 majelis hakim konstitusi menggelar RPH membahas putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.
Tiga perkara ini disidangkan dengan intens sejak 1 Mei 2023. Majelis hakim mendengar keterangan ahli serta pihak terkait untuk perkara ini.
RPH dipimpin oleh Wakil Ketua MK dan Arief. Dalam RPH itu mereka menanyakan mengapa Anwar Usman absen.
Baca juga: Jimly Sebut Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres Masuk Akal Dibatalkan, Gibran Terancam?
"Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan," kata hakim konstitusi Arief Hidayat dalam dissenting-nya.
"Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden di mana kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik, sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo," tambah Arief.
Tanpa Anwar Usman, RPH menghasilkan putusan tegas dan konsisten dengan sikap Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu berkaitan dengan syarat usia jabatan publik, yakni urusan itu merupakan ranah pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah). MK pun menolak ketiga gugatan itu.
Namun, dalam RPH berikutnya dalam perkara lain yang masih berkaitan syarat usia capres cawapres, menurut Arief, Anwar Usman menjelaskan ia tak ikut memutus perkara karena alasan kesehatan.
Dengan kehadiran Anwar dalam RPH kali ini sikap MK mendadak berbalik 180 derajat, menyatakan kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.
Sejauh ini, MKMK telah memeriksa 6 hakim, di antaranya Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih, pada Selasa (31/10/2023) kemarin.
Kemudian, Saldi Isra, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo, pada Rabu (1/11/2023) hari ini.
Masinton PDIP Galang Dukungan Fraksi Lain Usul Hak Angket MK
Anggota DPR RI fraksi PDIP, Masinton Pasaribu menggalang dukungan dari fraksi lain di DPR untuk mengusulkan hak angket terhadap MK.
Sebab, syarat hak angket diusulkan paling sedikit oleh 25 orang anggota DPR dan lebih dari 1 fraksi.
"Pokoknya besok (hari ini) saya coba lagi kontak lagi ke teman-teman ya lintas fraksi lah," kata Masinton di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Masinton berharap fraksi-fraksi lain di DPR mendukung usulan hak angket terhadap lembaga penegak konstitusi itu.
Baca juga: Fraksi PDIP Belum Bahas Usulan Masinton Terkait Hak Angket MK
"Kita harapkan beberapa teman-teman ya, mendukung usulan ini. Karena kita punya semangat yang sama untuk menegakkan konstitusi dan Undang-undang ini secara baik dan benar," ujarnya.
Menurutnya, semua lembaga negara yang melaksanakan undang-undang bisa menjadi objek angket.
"Iya kan. Kita kan tidak masuk kepada kewenangan yudisial-nya, gitu lho," ungkap Masinton.
Adapun usulan Masinton disampaikan dalam rapat paripurna yang digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/10/2023) kemarin.
Masinton menilai terjadi tragedi konstitusi setelah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres dan cawapres.
"Tapi apa hari ini yang terjadi? Ini kita mengalami satu tragedi konstitusi pasca terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu. Ya, itu adalah tirani konstitusi," kata Masinton.
Dia menegaskan konstitusi harus berdiri tegak, tidak boleh dipermainkan atas nama pragmatis politik sempit.
Masinton menjelaskan dirinya bersuara bukan atas kepentingan pasangan capres dan cawapres 2024.
"Tapi saya bicara tentang bagaimana kita bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi, menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini," ucapnya.
Baca juga: Apa Itu Hak Angket yang Diusulkan Masinton PDIP Terkait Putusan MK, Bagaimana Aturan Mainnya?
Dia menambahkan putusan MK tersebut tidak berdasarkan kepentingan konstitusi, namun dianggap putusan kaum tirani.
"Putusan MK bukan lagi berdasar dan berlandas atas kepentingan konstitusi, putusan MK itu lebih pada putusan kaum tirani saudara-saudara. Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak," jelas Masinton.
(Ibriza Fasti Ifhami/Fersianus Waku)