News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

3 Alasan Brahma Aryana Gugat Putusan MK 90, Singgung Ketidakpastian Hukum hingga Konflik Kepentingan

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Brahma Aryana dan kuasa hukumnya Viktor Snatosa Tandiasa berfoto bersama sebelum mengikuti sidang soal syarat usia capres dan cawapres di bawah 40 tahun di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023). MK kembali menggelar sidang soal syarat usia capres-cawapres di bawah 40 tahun. Gugatan baru tersebut diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana. Ini tiga alasan Brahma Aryana menggugat putusan 90 terkait batas usia capres-cawapres yaitu terkait ketidakpastian hukum hingga konflik kepentingan. Tribunnews/Jeprima

Berangkat dari hal itulah, Bram kemudian mengajukan gugatan baru terkait putusan 90 MK tersebut.

Dia lalu mengambil langkah awal dengan berkonsultasi dengan kuasa hukumnya saat ini, Viktor Santoso Tandiasa.

"Kami beretmu dalam pelatihan PHPU tanggal 16 Oktober 2023 yang diadakan oleh MK. Di sana kami berdiskusi, dan kemudian sepakat untuk maju bersama."

"Saya sebagai pemohon dan Bang Viktor sebagai kuasa hukum saya," katanya.

Jawaban Bram saat Gugatannya Dikabulkan tapi Harus Berlaku di Pemilu 2029

Brahma Aryana tercatat tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unusia. Brahma menjabat sebagai Menteri Pendidikan & Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM). (bem.unusia.ac.id)

Ketua MKMK, Jimly Asshidiqie sempat mengungkapkan gugatan Bram jika dikabulkan, harus berlaku di Pemilu 2029 karena tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan.

Hal ini disampaikannya dalam konferensi pers seusai sidang etik terhadap sembilan hakim MK di Gedung MK, Selasa (7/11/2023) kemarin.

Menanggapi hal itu, Bram mengaku bingung.

Dia pun lalu mempertanyakan terkait keabsahan putusan 90 yang tetap diputuskan berlaku meski Pemilu 2024 sudah berjalan.

Dia menganggap aturan semacam itu menunjukan adanya standar ganda dalam penerapan putusan MK soal Pemilu.

"Ini juga agak gimana gitu ya, mas. Argumentasi Prof. Jimly ini kan karena permainan (proses pemilu) sudah jalan."

"Lantas, apa bedanya dengan putusan 90 yang merubah peraturan syarat usia calon di tengah proses Pemilu? Mengapa dalam perkara 141 malah dibilang dapat berlaku pada (Pemilu) 2029? Terlihat sekali standar gandanya," ujarnya.

Bram menganggap seharusnya gugatan yang diajukannya ini bisa menjadi solusi untuk mengubah putusan 90 tersebut.

"Seharusnya karena sudah membuktikan bahwa terdapat pelanggaran etik berat dalam putusam 90 terhadap beberapa hakim, justru perkara 141 ini jadi solusi atas putusan yg problematik itu," tegasnya.

Baca juga: Putusan MKMK: Bukti Independensi Hakim Mahkamah Konstitusi Masih Terjaga

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini