News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Megawati dan Sejumlah Tokoh Majelis Permusyawaratan Rembang Sedang Ingatkan Bahaya Otoritarianisme

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat pidato politik menanggapi dinamika politik tanah air saat ini, disiarkan langsung di YouTube PDI-Perjuangan, Minggu (12/11/2023).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Sukarnoputri menyinggung situasi politik terkini terkait Pilpres 2024.

Hal itu disampaikan Megawati saat berpidato melalui akun YouTube PDI Perjuangan pada Minggu (12/11/2023).

Secara khusus, Megawati menyoroti putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang mencopot Ketua MK Anwar Usman karena terbukti melanggar etik.

Megawati juga menilai, putusan MKMK telah memberikan cahaya di tengah kegelapan situasi demokrasi Indonesia.

Diketahui, Anwar dianggap melanggar etik karena terlibat dalam merancang putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Oktober lalu. Putusan itu merevisi syarat usia bagi calon capres-cawapres yang tertuang dalam UU Pemilu. Putusan itu memberikan jalan bagi Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai cawapres Prabowo Subianto.

Megawati juga mengingatkan agar publik berperan aktif dalam menjaga pemilu 2024 dari segala bentuk kecurangan. Apalagi, gejala kecurangan sudah mulai terlihat.

Seolah senada, putusan MK juga jadi tema yang disinggung bacapres Ganjar Pranowo dalam video yang diunggah di akun Instagram terverifikasi @ganjar_pranowo, pada Minggu (12/11/2023). Ganjar meminta publik tak hanya diam menyikapi putusan yang bermasalah itu.

Ganjar juga menyampaikan harapannya terkait masa depan Indonesia yang dapat dibangun dengan fondasi dan nilai-nilai luhur bangsa tanpa tendensi apa pun yang mencederai demokrasi dan keadilan.

Menanggapi itu, Direktur Nusakom Pratama Institute, Ari Junaedi menilai pernyataan Ganjar dan Megawati mengindikasikan kecemasan soal penyelenggaraan Pemilu 2024, mendatang.

Kecemasan itu berusaha disampaikan ke masyarakat lantaran mayoritas publik seolah tak peduli terhadap rekayasa hukum yang terjadi di MK.

"Ganjar berkomentar seperti itu karena melihat fenomena masyarakat itu acuh. Masyarakat tidak mengetahui dampak buruk ke depannya. Putusan MK nomor 90 itu menjadi titik balik, bagaimana hukum dikadali, bagaimana hukum direkayasa. Pernyataan Megawati itu linear dengan pernyataan Ganjar," kata Ari, Selasa (14/11/2023).

Dia menyebut putusan MK nomor 90 merupakan lampu kuning bakal kembali munculnya otoritarianisme sebagaimana era Orde Baru.

Apalagi, instrumen negara telah digunakan untuk pemenangan calon tertentu.

"Bahkan, menurut saya, sudah lampu merah karena instrumen negara membuat demokrasi tidak berjalan lagi," jelasnya.

Selanjutnya, dia juga menyoroti peryataan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang mengingatkan bahwa rakyat tidak akan diam jika pemilu dipenuhi kecurangan. NasDem merupakan salah satu parpol pengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Tanpa menyebut nama, dia mengatakan penguasa seharusnya tak menggerakan institusi negara untuk kepentingan politik tertentu.

Selain mereka yang terlibat dalam kontestasi Pilpres 2024, keresahan terkati pemilu juga disuarakan sejumlah tokoh demokrasi dan pluralisme yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang (MPR).

Baca juga: Pidato Megawati Disebut Tunjukkan Kekecewaan dan Kemarahannya kepada Jokowi Sekeluarga

Di kediaman tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Mustafa Bisri atau Gus Mus, mereka turut berkomentar menyikapi kondisi bangsa yang dianggap telah menyimpang dari agenda reformasi.

Tokoh-tokoh itu, antara lain budayawan Goenawan Muhammad, agamawan Antonius Benny Susetyo atau yang akrab disapa Romo Benny, Omo Komaria Madjid, mantan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin, dan Erry Riyana Hardjapamekas.

"Karena apa yang terjadi di MK itu pemaksaan kehendak yang sekarang ini sudah mulai terstruktur sistematis dan masif. Tokoh-tokoh di Rembang itu kan mereka tidak terafiliasi dengan tokoh politik. Mereka sadar ini sudah bahaya," papar Ari.

Ari juga menilai keresahan yang sudah muncul di kalangan elite dan intelektual bisa menjelma menjadi gerakan rakyat yang membesar.

Terlebih bila koalisi Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin bersinergi untuk melawan kecurangan hukum dan pelanggaran netralitas aparat yang terjadi di Pemilu 2024.

"Menurut saya, ini semakin lama bisa menjadi gerakan yang membesar. Keyakinan itu saya lihat dari gerakan mahasiswa, kemudian ada elemen masyarakat di Yogya," jelas Ari.

Jika semakin kentara memperlihatkan mobilisasi untuk memenangkan Prabowo-Gibran, Ari menilai peluang kubu Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin berkolaborasi semakin besar.

Pasalnya, mereka memiliki kepentingan yang tidak jauh berbeda.

"Mereka memiliki irisan yang sama soal kegelisahan demokrasi. Anies- Muhaimin dan Ganjar-Mahfud itu resah dengan kekuatan suprastruktur negara untuk pemenangan calon tertentu," jelas Ari.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini