TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Presiden Nomor Urut 01 Anies Baswedan selalu mengajari pentingnya proses kehidupan kepada anak-anaknya di dalam kehidupan.
Hal itu disampaikan istri Anies, Fery Farhati saat wawancara eksklusif di Gedung Tribun Network, Palmerah, Jakarta Pusat, Kamis (7/12/2023).
Fery menuturkan suaminya tumbuh dengan rekam jejak dengan kegiatan-kegiatan yang aktivisme yang diakumulatif sampai akhir sampai kondisi sekarang.
Baca juga: Wawancara Eksklusif dengan Fery Farhati: Ternyata Ada Rencana Allah yang Jauh Lebih Baik
"Jadi untuk sampai pada posisi sekarang itu bukan kemudian ujung-ujug dapet. Nah itulah yang diyakini oleh Pak Anies bahwa kita untuk mencapai kesuksesan yang harus melewati beberapa hal gitu ya namanya pembelajaran," tuturnya.
Menurutnya, Anies Baswedan tidak pernah memberikan kemudahan jalan bagi anak-anaknya dalam berbagai aspek baik itu kuliah atau bekerja.
"Tia (Mutiara Anissa/anak sukung Anies) itu di Fakultas Hukum dia intensif di lembaga hukum disuruh ngecekin typo undang-undang perjanjian apapun yang dibikin oleh para pengacaranya. Itu capeknya luar biasa karena detail diminta untuk menterjemahkan ke dalam bahasa Inggris," ucap Fery.
Namun dikatakan Fery, ayahnya sengaja tidak memberikan jalan agar anaknya itu bisa belajar dari bawah sehingga ketika naik jabatan ke posisi lebih tinggi akan tahu prosesnya.
Baca juga: Selesaikan Keluhan Peternak, Anies Janji Bentuk Tim Khusus Berantas Mafia Daging
Fery menyebut tahapan-tahapannya itu penting diketahui sebelum menduduki posisi yang lebih tinggi.
"Mas Anies meyakini itu tidak kemudian anaknya diberi kemudahan. Kami meyakini bahwa yang kita berikan untuk anak-anak adalah hal-hal yang terbaik memang untuk mereka bisa mandiri nantinya," tuntasnya.
Lanjutan wawancara Tribun Network dengan istri Anies Baswedan, Fery Farhati:
Ada yang berubah enggak sih Ibu dari Bapak jadi gubernur kemudian sekarang jadi calon presiden selain kesibukannya?
Perubahan dalam arti jadwal mungkin iya karena memang sekarang ini kan coverage-nya seluruh Indonesia dulu di Jakarta saja tapi memang kalau buat kami sepertinya Mas Anies lebih punya peluang untuk istirahat in between perjalanan.
Kalau di Jakarta lingkupnya kecil dari satu acara ke acara berikutnya nonstop gitu malah enggak bisa istirahat sama sekali waktu itu. Nah sekarang memang waktu dan untuk keluarganya karena ke luar kota ketemunya cuma kalau enggak pagi-pagi sekali karena berangkat paling enggak jam 06.00 kalau tidak ya malam sekali.
Jadi bagaimana mengaturnya saja ya Bu?
Iya anak-anak menyesuaikan kita menyesuaikan kalau kebetulan ada waktu kesempatan apapun untuk bisa bareng kita usahakan buat mereka.
Terkait kebersamaan dengan Pak Anies apakah ada tempat-tempat khusus atau negara tertentu yang punya kenangan buat Ibu?
Kalau kenangan itu Maryland dan Illinois (negara bagian di Amerika Serikat). Jadi itu ketika kami membangun keluarga dari nol. Kami menikah Mei 1996, kemudian bulan Juli kami sudah berangkat berdua dengan dua koper membina keluarga dari nol.
Kami cari rumah kontrakan tempat tinggal sambil menata keluarga. Jadi itu memberi kesan yang mendalam. Buat saya karena kami membangun keluarga berdua saja.
Saya rasa pengalaman kami selama di Amerika Serikat itu menjadi perekat kami saat ini. Menjadi short memory yang bagus memori yang sama-sama kita bina bareng.
Baca juga: Fery Farhati: Tak Ada yang Instan, Anies Selalu Ajarkan Proses untuk Mencapai Sesuatu
Tapi waktu itu pernah tidak Ibu merasa menyerah saja deh?
Kalau menyerah sih tidak tapi kita memang prihatin hidup di sana. Kita pernah dapat tempat tinggal yang kelam di sana banyak narkoba dan lain-lain.
Kemudian ada tembak-tembakan itu pernah kita salah tempat kan kita enggak tahu. Kita waktu itu kan nggak tahu tempat yang bagus tuh yang gimana gitu kalau di sana kalau mau kontrak rumah dilihat track recordnya.
Terus harus punya credit record padahal kita enggak punya jadi susah gitu cari tempat. Nah kita datang satu tempat apartemennya bagus trach record enggak ditanya kemudian credit record nggak ditanya. Ternyata memang tempat itu jarang orang mau karena tempat kejahatan tempat narkoba.
Jadi banyak jatuh bangunnya sih iya. Ketika sekarang bercerita itu ya biasa saja tapi ketika menjalaninya memang kita hidup prihatin.
Waktu itu juga lahiran di negara itu?
Iya saya hamir pertama waktu di Maryland masih dalam proses penyesuaian, hamil saya berat. Saya harus bolak balik rumah sakit padahal kami tidak punya kendaraan jadi harus naik kendaraan umum padahal lagi lemes-lemes.
Kita kan ke sana itu mau sekolah jangan sampai tujuan itu terganggu dengan kehamilan saya. Ya kita kalibrasi lah melihat yang terbaik akhirnya saya kembali ke Indonesia untuk punya melahirkan anak yang pertama baru kemudian Mas Anies bertemu anak pertamanya ketika bayinya empat bulan.
Itu bisa pulang karena libur tapi cuman berapa minggu kayaknya hanya dua minggu gitu sudah balik lagi yang akhirnya saya ke sana. Mas Anies ingin anaknya punya pengalaman di sana.
Waktu itu belum ada kepastian S3 tapi kita ke sana dulu kalau enggak dapat S3 ya sudah kita balik Indonesia. Alhamdulillah dapat jadi akhirnya sama-sama sekolah.
Apa sih ibu yang diharapkan agar mereka terbiasa dengan orang luar atau bahasa atau apa Ibu dan Pak Anies harapkan anak-anak pernah tinggal di luar negeri?
Pengalaman itu mungkin enggak semua orang bisa dan ada hal-hal yang mungkin bisa jadi pembelajaran buat kita seperti saya menjadi orang tua di sana tanpa dukungan keluarga.
Tapi di sana saya bisa belajar ada tempat untuk orang tua belajar menjadi orang tua saya belajar misalnya dan akhirnya saya tertarik untuk mengikuti pendidikan yang bisa melakukan kegiatan itu dan Alhamdulillah selesai S2 saya di sana.
Baca juga: Anies Kritik RUU DKJ Atur Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden: Demokrasi Harusnya Maju, Bukan Mundur
Masih terkait anak-anak ketika menjabat sebagai Mendikbud itu kan Bapak punya kewenangan kemudian menjadi Gubernur. Apakah ada membiasakan anak-anak untuk mendapat kemudahan kepada mereka?
Pak Anies itu kan orang yang tumbuh dengan rekam jejak dengan kegiatan-kegiatan yang aktivisme kegiatan-kegiatan anak-anak muda jadi dia terbentuk dari aktivitas yang dikumpulkan lah akumulatif sampai akhir sampai kondisi sekarang.
Jadi untuk sampai pada posisi sekarang itu bukan kemudian ujung-ujug dapet. Nah itulah yang diyakini oleh Pak Anies bahwa kita untuk mencapai kesuksesan yang harus melewati beberapa hal gitu ya namanya pembelajaran.
Orang mau kerja aja ada intensif, tujuannya apa gitu untuk melihat untuk mengetahui apa sebenarnya proses dari bawah dari tugas-tugas yang dianggap sepele tapi dengan begitu terbentuk pemahaman yang mendalam dengan suatu profesi.
Tia dia itu kan di Fakultas Hukum dia intensif di lembaga hukum disuruh ngecekin typo undang-undang perjanjian apapun yang dibikin oleh para pengacaranya. Itu capeknya luar biasa karena detail diminta untuk menterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Itu kerja yang bikin frustasi karena melihat kesalahan itu kan capek. Padahal kalau bikin sesuatu lebih enak lebih gampang tinggal nyuruh orang periksa. Tapi dengan begitu dia belajar tanpa sadar tidak disuruh padahal tidak disukai profesinya ketika dia naik jabatan ke posisi lebih tinggi dia tahu prosesnya.
Jadi harus ada tahapan-tahapannya untuk menjadi posisi yang lebih tinggi. Mas Anies meyakini itu tidak kemudian anaknya diberi kemudahan. Tapi kan image-nya itu Tia daftar universitas lewat undangan enggak dapet.
Itu kan bukti bahwa ayahnya nggak terlibat padahal waktu itu ayahnya Mendikbud. Kita bersyukur sebetulnya Alhamdulillah kalau Tia diterima justru rame
Terus akhirnya Tia belajar ikuti tes SBMPTN apa ya waktu itu namanya lupa dan diterima di Fakultas Hukum jalur ujian tes. Terus apa salah juga orang bilang tentu saja diterima orang anaknya menteri.
Pandangan orang itu kita tidak bisa kontrol kita meyakini bahwa yang kita berikan untuk anak-anak adalah hal-hal yang terbaik memang untuk mereka bisa mandiri nantinya. Mereka tidak akan ada kami terus kami usianya bertambah tua dan ada saatnya nanti kita tidak ada.
Baca juga: Anies Terima Keluhan dari Peternak di Lampung Tengah, Janji akan Selesaikan Tata Niaga Peternakan
Kalau soal mereka mau jadi apa pengarahannya sejauh ini bagaimana Bu?
Kita terakhir sih ke anak-anak yang penting kita bekali mereka dengan baik guru bisa menjaga diri, bisa dipercaya itu yang lebih utama. Kalau tentang profesi terserah mereka sih yang menentukan.
Pernah saya bilang ada dong anak Mama satu yang jadi dokter biar nanti mama kalau udah tua ada yang ngurusin. Enggak ada yang mau tapi Alhamdulillah mantunya dokter.
Kebiasaan Pak Anies apa yang bikin Ibu jengkel pernah tidak? Pernah enggak sih Bu?
Alhamdulillah saya syukuri apa yang kami dapat sekarang kalau yang sempat biar konsumsi pribadi saja.
Tadi Ibu bilang pengalaman Maryland bikin menguatkan. Bagaimana dengan keluarga-keluarga yang sekarang sedang menata gitu anak-anak muda pesan apa yang bisa Ibu sampaikan kepada mereka?
Seringkali kita memutuskan untuk menikah itu dengan dasar-dasar yang sesuatu yang enggak mendasar gitu. Karena ada rasa yang berbeda dengan orang ini ketika bertemu lihat begitu better tapi inti tentang pernikahannya sendiri tidak mereka perhatikan karena over shadow tertutup oleh bunga-bunga cinta lah apalah itu yang mereka pengen bareng.
Nah ketika kami membina keluarga memang Alhamdulillah saya dapat pasangan yang cukup dewasa artinya sudah cukup matang tahu apa yang dia mau.
Mungkin saya yang bagian bunga-bunga saja tapi Mas Anies itu ketika melamar saya itu dengan rencana, dengan harapan kita berdua bersama akan melakukan A, B, C, D. Kita punya nilai yang kita pegang bareng-bareng jadi kita sekolah juga bareng sampai kemudian nanti kita balik ke Jogja kita mengajar.
Ada tujuan gitu menikah itu berencana kita membangun keluarga apa sih yang ingin kita bangun, bukan kita pokoknya bareng dulu nanti kita pikirin enggak bisa kayak gitu. Jadi ada rencana ada tujuan dan kita punya nilai yang kita gambar situasi apapun nilainya yang kita pegang terpuruk apapun.
Bagaimana cara untuk menguatkan ketika ada godaan dalam hidup?
Ya itu pegang tujuan hidup kita contohnya waktu kami kembali dari Amerika bawa anak tiga. Kita sudah terbiasa dengan pola hidup disana. Yang kebagian tugas itu jelas.
Mas Anies cuci pakaian, saya ngurus rumah sama anak-anak. Ada hal-hal yang bisa dilakukan secara beriringan. Bisa dibagilah tugasnya. Kita pulang ke Indonesia waktu itu Mas Anies sudah dapat kerja di Wisma Nusantara.
Kemudian anak-anak sekolahnya di Cinere, dulu yang nganter anak-anak ke sekolah itu Mas Anies. Ke Cinere dulu baru ke kantor jadi memang ada pertimbangan-pertimbangan. Ketika kita tidak punya tujuan saat menikah akhirnya saling lempar kesalahan. (Tribun Network/Reynas Abdila)