TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putra tunggal dari pasangan Ganjar Pranowo - Siti Atikoh, Muhammad Zinedine Alam Ganjar mengaku saat ini dirinya masih fokus menjalani bisnis sebagai profesional atau wirausahawan.
Belum terpikir olehnya untuk terjun langsung ke dunia politik praktis meski sang ayah, Ganjar Pranowo dikenal sebagai politisi.
Alam menegaskan, keputusannya untuk terjun ke dunia politik masih membutuhkan banyak waktu.
Sebab, dia berpandangan menjadi seorang politikus merupakan sebuah pengabdian, dan bukan profesi.
Baca juga: Mahfud MD Janji Gaspol Bareng Ganjar Berantas Korupsi
Apalagi, Alam mengaku sangat setuju dengan keinginan ibundanya, Siti Atikoh yang menginginkannya kelak menjadi seorang profesional dan bukan menjadi politisi.
Hal itu disampaikan Alam saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Jumat (8/12/2023).
"Kalau untuk berkarier dan mencari uang arahannya (ibunda Siti Atikoh) sudah tepat sih, saya akan fokus di bisnis sebagai profesional, atau wirausahawan, tapi tidak menutup kemungkinan untuk berpolitik," kata Alam Ganjar.
"Karena kembali lagi politik itu menurut saya adalah tempat untuk mengabdi, saat saya sudah merasa cukup untuk bisa menghidupi anak cucu nanti, dimasa pensiun itu kayanya penutupan terakhir pengabdian, akan berpolitik," sambung dia.
Pria 21 tahun ini juga mengatakan, dirinya tak bisa menilai soal apakah memiliki talenta dalam berpolitik.
Namun, soal jiwa berpolitik, Alam mengaku sangat tertarik dan nyaman.
Meski, disadarinya hal itu muncul saat melakukan diskusi dan komunikasi dengan anak-anak muda seusianya.
"Nah, kalau soul mungkin bisa dijawab, iya. Tapi kalau talent susah untuk menilai apalagi diri sendiri ya. Tapi saya sedikit banyak bantu dari diskusi dan lain-lain juga, itu merasa cukup tertarik dan nyaman gitu," ungkap Alam.
Baca juga: Sebut Punya Peran Jaga Eksistensi Budaya, Alam Ganjar Kagumi Saung Angklung Udjo
Alam menegaskan, bahwa keputusannya kelak terjun di dunia politik akan diambilnya selepas sang ayah, Ganjar Pranowo purna dalam semua posisi dan jabatan.
Sebab, dia tak ingin ada konflik kepentingan dalam jabatan politiknya.
"Tapi kembali lagi untuk menghindari konflik of interest, moral, dilema dan lain-lain, ya intinya saya akan, apabila saya berpolitik itu nanti setelah bapak selesai," jelas Alam.
Alam pun mengungkapkan, jika dirinya juga merasa nyaman dengan orang-orang politik dan budayawan yang ada di lingkaran sang ayah, Ganjar Pranowo.
Meski tertarik dalam politik, Alam kini tak ikut dalam organisasi intra maupun ekstra di Kampusnya, Universitas Gadjah Mada (UGM).
Dia kini fokus di organisasi Fakultas Teknis UGM dan E-sport.
Dia mengatakan, bahwa alasannya terjun di E-sport karena ada peluang bisnis yang besar di sana. Sehingga, menunjangnya untuk karier dan profesional.
Berikut petikan wawancara khusus Alam Ganjar dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra terkait karier politik serta pandangannya tentang politik terkini:
Baca juga: Sandiaga Sebut Ganjar Sosok Jokowi 3.0, Nusron Wahid: Pak Jokowi Bukan Petugas Partai
Mas Alam, beberapa waktu Ibu anda dalam wawancara dengan saya, Ibu Siti Atikoh, bahwa beliau lebih suka anda menjadi seorang profesional. Ketimbang seorang politisi?
Kalau untuk berkarier dan mencari uang arahannya sudah tepat sih, saya akan fokus di bisnis sebagai profesional, atau wirausahawan, tapi tidak menutup kemungkinan untuk berpolitik, karena kembali lagi politik itu menurut saya adalah tempat untuk mengabdi, saat saya sudah merasa cukup untuk bisa menghidupi anak cucu nanti, dimasa pensiun itu kayanya penutupan terakhir pengabdian, akan berpolitik.
Tapi Mas Alam sendiri punya bakat atau talent di dunia politik enggak. Atau merasa telentnya di dunia profesional, itu kan salah satu tuntutan hidup ya, tapi di luar itu sebenarnya anda merasa paling anda berada di mana,di politik ada telent nggak. Kan biasanya kan orang itu buah tidak pernah jatuh jauh dari pohonnya. Nah Bapakmu kan seorang politisi sejak muda. anda merasa punya
soul (jiwa) di politik nggak?
Nah, kalau soul mungkin bisa dijawab, iya. Tapi kalau talent susah untuk menilai apalagi diri sendiri ya.
Tapi saya sedikit banyak bantu Balam dari diskusi dan lain-lain juga, itu merasa cukup tertarik dan nyaman gitu.
tapi kembali lagi untuk menghindari konflik of interest, moral, dilema dan lain-lain, ya intinya saya akan, apabila saya berpolitik itu nanti setelah Bapak selesai.
Pokoknya menghindari saya dan benturan kepentingan dan menjabat di waktu yang sama. Menghindari hal itu, tapi kembali lagi kalau soal telent ya mungkin ga udah di carilah, mungkin orang lain lebih paham betul paham, jauh lebih bisa melihat talenta saya.
Nah, selama ini kan Mas Alam sudah bergaul dengan orang-orang politik, karena tamu-tamunya bapak itu pasti banyak lah. Aktivis, orang politik, apakah selama ini anda merasa nyaman berkomunikasi dengan teman-teman bapak yang para politisi itu? Karena ada kan anak yang enggak nyaman gitu. Atau malah justru nyaman bergaul dengan teman bapak yang seniman gitu misalnya Pak Butet. Anda merasa nyaman enggak berkomunikasi dengan teman Bapak yang para politisi?
Saya sih relatif bisa nyaman dengan semua orang, tidak terlepas dari yang teman-teman berlatarbelakang politik, berlatar belakang aktivis, karena berapa kali saya sudah sempat jalan-jalan.
Saya mesti coba cari waktu untuk ketemu aktivitas mahasiswa, yang masih mahasiswa sekarang itu.
Teryata oke juga ya ketika, nyambung, dan bertanya kenapa mereka kritis banget, dan terlihat lah bangsa Indonesia ini masih ada karena suaranya masih ada.
Biasanya orang yang punya soul politik, itu akan, anda mahasiswa UGM kan, biasanya masuk kepada organisasi intra maupun ekstra, kalau intrn seperti BEM, kalau ekstra itu Cipayung, GMNI, HMI. Apakah anda di kegiatan sehari-hari di kampus tertarik di organisasi ekstra dan intra di kampus?
Di kampus enggak sih, di kampus saya pol-polan itu saya juga organisasi itu organisasi internasional, ada namanya AIESEC dan Himpunan Mahasiswa Teknik, kalau diluar itu yang ngga terlibat di kampus itu organisasi E-Sport.
Tapi anda gga tertarik ke BEM atau Senat Mahasiswa?
Agak friksi sama Bapak. Gitu lah. Di meja makan.
Kenapa anda bisa menyukai E-Sport?
Wah itu lumayan personal, karena waktu itu pandemi, sepupu saya S2 ke Rusia. Itu sepupu saya paling dekat, seperti kakak sendiri, dan kita cari cara gimama tetap komunikasi, caranya main games.
Kan pas pandemi kan setengah pengangguran ya, main 12-13 jam sehari, trus akhirnya masuk ke turnamen-turnamen, trus saya sempat kepikiran waktu itu, aku jadi profesional player bisa ga ya, tapi teryata ga sampai kesitu, dilalah ada jalan Tuhan, kakak tingkat saya di kampus baru ditunjuk sebagai Ketua Umum Asosisasi E-sport se-Jateng, trus ikut lah karena kita pernah organisasi bareng, misalnya sata diajak, dia juga melihat saya tertarik di e-sport.
Dari situ berjalan, ketemu komunitas baru akhirnya saya menemukan satu tim komunitas yang kami bawa ke fornas, Fornas itu dibawahnya PON, dibawah Koni mewakili Jawa Tengah dan dapat mendali perunggu.
Ini saya lihat anak potensi keren banget tapi enggak ada pro manajemen yang menghemdel mereka dan aku ngobrol sama teman-teman saya, bantu yuk, akhirnya kita bantu, disitu lah terjun e-sport.
Apakah nanti hobi anda ini atau ketertarikan anda esport akan anda lanjutkan pada satu titik tertentu?
Dilanjutkan karena esport ini sebagai bisnis ya, ini intens saya untuk masuk keseluruhan ekosistem esport. Nanti ke depannya itu bisa lini bisnisnya akan banyak, insyaallah (didalami) kalau nanti bisa stay in ini.
Mas, Ayah kan 10 tahun jadi gubernur, sebagai gubernur tentu ini mempunyai otoritas/kekuasaan. Sebagai anak Gubernur pernahkah anda didekati seseorang, sekelompok orang untuk meminta fasilitas kepada bapak lewat Anda?
Wow, beberapa kali lah ya. Sering sih enggak. Dari awal itu, sebenarnya dari awal sudah ada, cuman fasenya beda-beda ya. karena kan pertama saya SD, SMP, SMA itu level permintaannya beda-beda.
Mungkin pas SD, Mas Alam masih kecil ya, Mas Alam, itu saya ada yang belum dapat pekerjaan atau apa gitu, tapi dari awal emang semuanya mental, karena saya kayak 'apa sih'.
Mencoba untuk menyamakan prinsip dengan Bapak gitu pokoknya yang intinya ada konflik of Interest dan itu melewati koridor batasan yang baik secara hukum, itu enggak dulu deh. Tapi akhirnya seiring berjalannya waktu itulah ini semakin terskalanya sampai titip proyek segala macam begitu. Tapi mental semua
Tapi apa terkait dengan orang yang seperti itu apa yang anda lakukan langsung ditolak atau ngomong dulu ke Ayah atau?
Enggak, entertain dulu lah ya. Kita kan pebisnis juga, entertain dulu. 'Oh ya, gimana-gimana', namanya juga setiap jaringan itu jaringan yang bagus. Jadi saya tetap jaga komunikasinya tapi ya penolakan sedikit diplomatik, tapi apabila yang saya lihatnya waduh ini Kok rambunya enggak terlalu kelihatan antara bagian buruk, baru saya sampaikan ke Bapak.
Kalau yang udah kelihatan rambu dari awal, enggak saya sampaikan.
Mas, anda hidup 21 tahun ini, kapan anda membayangkan Bapak saya ini pasti nanti karirnya akan meningkat lalu tidak tertutup kemungkinan akan menjadi seorang RI 1. pada saat kapan anda itu, kan Ganjar ini disebut-sebut sebagai talen kuat di ini kan sudah lama sebenarnya. sudah lama banget gitu. 2-3 tahun yang lalu. Kapan anda merasakan bahwa Bapak ini kayaknya bakal moncer?
Kayanya enggak pernah kepikiran sama sekali, karena kalau saya sendiri membayangkan tuh di saat kita bisa memikirkan hal seperti itu, berarti pertama adanya rasa keinginan dan rasa keinginan ini kalau tidak dikendalikan bahaya. Kita ingin ini-ini terus, bisa naik level, naik level itu sampai ngawur-ngauran itu lah.
Itu dari awal sudah tertanam di saya, jadi memang dari awal ya saya ikuti saja alurnya sesuai yang Bapak inginkan dan arah geraknya Bapak seperti apa, dari awal juga ada pikirannya.
Karena logikanya ya seorang politisi anggota DPR lalu jadi Bupati, Walikota, Gubernur ya atasnya mesti kan gitu kan seseorang pasti kepingin naik kelas, tapi anda tadi dari jawaban anda anda tidak pernah memikirkan itu karena nanti akan menjadi keinginan gitu ya?
Karena kalau misalkan itu juga langsung halnya ke saya ya, mungkin itu bisa jadi kepikiran, tapi kalau ke Bapak, ya udah Bapak rencananya seperti apa itu juga silakan saja. jadi memang enggak ada kepikiran nanti ya.
Mas, apakah bapak dulu juga politisi sejak muda ya, dua kali jadi anggota DPR, dua kali jadi gubernur. Sekarang ini anda sekarang umur 21 tahun. Apakah anda merasa bahwa perhatian orang tua karena dia berhikmat di politik menjadi sedikit. Karena ibu mengikuti juga sebagai istri?
Kalau perhatian enggak (kurang), karena bapak dan ibu luar biasa dalam mengalokasikan waktu, jadi kalau bisa berkomunikasi, berkomunikasi, dan perhatiannta tidak pernah kurang sesimpel misalnya kalau Bapak jarang pulang, dan Bapak itu selama ini enggak pernah absen ambil rapot ku.
SD-SMA terus, enggak pernah absen. Dari situ saya merasa memang perhatiannya tidak pernah kurang, mungkin yang kurang itu kehadiran secara fisik, tapi yang lainnya enggak.
Sebagai seorang muda, mahasiswa, apakah anda mengikuti perkembangan politik di tanah air itu di day by day, lewat apa Mas?
Iya, lewat Tribun. Lewat portal berita dan sosial media juga.
Kalau boleh tau dalam satu bulan terakhir ini, isu apa yang paling menarik perhatian anda isu politik dan lainnya boleh isu luar negeri juga boleh, isu Palestina boleh, perang Ukraina-Rusia boleh. Dalam sebulan terakhir?
Karena mungkin yang paling baru ya, Rohingya sih.
Itu paling baru, jadi satu bulan terakhir.
Ada ngikuti apa pemberitaan atau perkembangan Rohingya?
Muncul terus ya jadi secara tidak langsung mengikut.
Selain Rohingya Mas, Palestina apakah tertarik juga mengikuti konflik di Gaza?
Palestina juga, tapi karena memang yang Rohingnya tersebut.
Kalau soal situasi dalam negeri misalkan, asam sulfat atau belimbing sayur itu gimana? atau dibaca sekadarnya aja gitu?
Ya lewat aja. ha-ha-ha. (Tribun Network/Yuda)
Mari saksikan video wawancaranya.