KPU, kata dia, hendak memastikan apakah transaksi keuangan itu menggunakan rekening khusus dana kampanye (RKDK) atau tidak.
"Dalam rapat koordinasi yang akan segera dilaksanakan untuk memastikan apakah transaksi keuangan yang menjadi temuan atas pemantauan transaksi keuangan PPATK tersebut terjadi menggunakan RKDK atau bukan," kata Idham saat dikonfirmasi pada Selasa (19/12/2023).
Idham menjelaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, KPU hanya menangani rekening khusus dana kampanye (RKDK), laporan awal dana kampanye (LADK), laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK), dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana dampanye (LPPDK).
KPU, kata dia, tidak menangani rekening partai politik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 yang kemudian diperbaharui menjadi UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
"KPU juga belum mendapatkan penjelasan dari PPATK atas frasa 'rekening bendahara parpol', apakah frasa tersebut merupakan terkategori sebagai RKDK dan SDB atau bukan," tutur Idham.
Ia juga mengatakan pihaknya belum mendapatkan penjelasan dari PPATK apakah safe deposit book (SDB) adalah bagian dari sumbangan dana kampanye yang diberikan penyumbang kepada peserta pemilu atau bukan.
KPU menerima surat dari PPATK soal data dana tersebut pada 12 Desember lalu.
Dalam surat itu PPTAK menjelaskan ada rekening bendahara parpol pada periode April-Oktober 2023 terjadi transaksi uang, baik masuk ataupun keluar, dalam jumlah ratusan milyar rupiah.
PPATK menjelaskan transaksi keuangan tersebut berpotensi akan digunakan untuk penggalangan suara yang akan merusak demokrasi Indonesia.
KPK Buka Peluang Usut
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang mengusut transaksi janggal dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
KPK saat ini tengah menunggu laporan hasil analisis (LHA) dari PPATK agar bisa ditindaklanjuti.
"PPATK akan mengirimkan hasil analisis transaksi mencurigakan ke KPK jika diduga berasal dari korupsi, atas LHA tersebut KPK melakukan proses hukum," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kepada wartawan pada Senin (18/12/2023).
Ia berharap PPATK segera mengirimkan LHA dimaksud agar segera diproses.
"Sejauh ini KPK belum menerima LHA tersebut dari PPATK," kata Ghufron.