TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah tokoh nasional dan aktivis hadiri acara Refleksi Akhir Tahun dan Mimbar Bebas yang digelar oleh Aliansi Mahasiswa UIN Jakarta di halaman Senat Mahasiswa UIN Jakarta, Kamis (28/12/2023) kemarin.
Aktivis yang juga ekonom, Faisal Basri, hadir dan menyampaikan orasi di depan ratusan mahasiswa yang hadir.
Baca juga: Kapolri Ungkap Dampak Jika Pemilu 2024 Gagal Dilaksanakan, Singgung Pembangunan hingga Demokrasi
Selain Faisal Basri, tokoh perempuan yang ahli tata negara, Bivitri Susanti juga hadir bersama Ray Rangkuti, alumni UIN Jakarta sekaligus pengamat politik, Nong Darul Mahmada, aktivis perempuan juga alumni UIN Jakarta.
Aktivis dan direktur eksekutif Internasional NGO Forum on Indonesia Development (INFID), Iwan Misthohizzaman, juga tampak hadir bersama mahasiswa.
Sejumlah tokoh nasional tersebut menyampaikan keprihatinan dan kekecewaannya terhadap perjalanan demokrasi di Indonesia yang disebut sedang mengalami kemunduran serius.
Baca juga: Gelar Mimbar Bebas, Mahasiswa Berbagai Kampus di Banten Tolak Politik Dinasti
Titik kritis demokrasi di Indonesia bermula dari upaya intervensi lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) oleh kekuasaan eksekutif demi kepentingan politik memajukan anak presiden, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto.
Menurut mereka Intervensi kekuasaan kepada MK yang terbukti cacat etika itu bukan hanya merusak tatanan hukum, juga mengancam kelangsungan demokrasi di Indonesia.
Disebutkan oleh para tokoh, kekuasaan eksekutif yang sangat dominan dan upaya untuk melanggengkan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, dinilai menyerupai praktek politik rezim orde baru.
Faisal Basri mengatakan Presiden Jokowi dinilai sudah melampaui batas dan membahayakan negara karena praktik nepotisme dengan mencalonkan anaknya menjadi calon wakil presiden bersama Prabowo Subianto.
Partai pengusung Prabowo-Gibran dinilai Faisal berperan penting dalam menghancurkan demokrasi di Indonesia.
"Kita harus meyakinkan rakyat bahwa kita ini berada di gerbang bencana. Mari kita pastikan kegagalan dan kebobrokan pemerintahan Jokowi itu tidak boleh diwariskan untuk dilanjutkan," kata Faisal.
Sementara itu, aktivis INVID Iwan Misthohizzaman menyoroti pentingnya konsolidasi kembali gerakan civil society untuk mengawal demokrasi agar krisis tidak berkelanjutan.
Lemahnya gerakan civil society untuk menjadi penyeimbang kekuasaan dapat mempercepat kematian demokrasi.
Padahal, menurut pria yang akrab disebut Iwan ini, secara historis gerakan civil society di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam melawan dominasi kekuasaan.