Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi telah meningkatkan status kasus dugaan hoaks atas pernyataan Juru Bicara TPN Aiman Witjaksono soal aparat tidak netral di Pemilu 2024 menjadi penyidikan.
Terkait itu, Aiman sangat merasa janggal dengan kasusnya tersebut terlebih saat ini kasusnya sudah naik ke penyidikan yang artinya sudah ditemukan adanya pidana.
"Jika benar ini hal yang aneh bin janggal, kenapa? Karena apa yang saya sampaikan juga disampaikan jauh lebih detil oleh majalah Tempo tanggal 4 Desember dan juga Podcast Tempo tanggal 2 Desember dan sebelumnya juga disampaikan oleh harian Media Indonesia tanggal 10 dan 11 November," kata Aiman dalam keterangannya, Jumat (29/12/2023).
Baca juga: Babak Baru Kasus Aiman Witjaksono Tuding Aparat Tak Netral, Polisi Tingkatkan ke Penyidikan
Aiman mempertanyakan alasan pihak kepolisian masih memproses kasus yang menjeratnya tersebut.
"Kenapa kemudian ini diproses hukum. Padahal media massa nasional juga menuliskannya bahkan lebih detil," ungkapnya.
Untuk itu, Aiman tidak mau ambil pusing dan lebih menyerahkan penilaian soal kasus tersebut kepada masyarakat.
Keputusan dinaikkannya status kasus tersebut menjadi penyidikan dari hasil gelar perkara yang dilakukan penyidik pada Kamis (28/12/2023).
Dalam kasus ini, total ada enam pihak yang telah resmi melaporkan Aiman untuk akan digabungkan menjadi satu.
Diantaranya dari Front Pemuda Jaga Pemilu, Aliansi Masyarakat Sipil Indonesia, Jaringan Aktifis Muda Indonesia, Aliansi Gerakan Pengawal Demokrasi, Barisan Mahasiswa Jakarta, dan Garda Pemilu Damai.
Dalam hal ini, Aiman dilaporkan dengan dijerat Pasal 28 (2) Jo Pasal 45 Ayat (2)UU RI Nomor 9 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 1 Tahun 2008 Tentang ITE dan atau Pasal 14 dan atau Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.
Tuding Aparat Tak Netral
Sebelumnya, Kubu Pasangan Capres-cawapres, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, mengaku menemukan sejumlah kasus ketidaknetralan aparat dalam Pemilu 2024.
Salah satu temuan itu ialah pemasangan kamera pengawas (CCTV) di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah yang terhubung langsung dengan sejumlah Polres di Jawa Timur.