Lebih lanjut, Andreas menuturkan, secara sadar atau tidak sadar perilaku Jokowi tersebut bisa memunculkan konflik kepentingan.
Terutama kepentingan dalam membangun citra Gibran di Pilpres 2024.
"Di Pilpres Pak Jokowi sadar atau tidak sadar, orang sudah tahu ada konflik kepentingan, dalam hal ini citranya Gibran."
"Alangkah baiknya sebagai presiden tidak melakukan apa pun kunjungan ke daerah supaya bisa berjarak, harus berjarak," imbuh Andreas.
Tak hanya itu, kunjungan Jokowi akan mengurangi partisipasi masyarakat dalam rangkaian kampanye yang sudah dijadwalkan KPU.
Pasalnya, masyarakat mungkin cenderung ingin bertemu dengan Presiden.
"Di samping sebetulnya kalau Pak Jokowi dateng akan terjadi, orang bertemu ingin melihat, sementara kampanye terbuka dibagi menjadi zona-zona, Jateng hari ini partai apa, besok partai apa, dan seterusnya."
"Akan sangat membingungkan masyarakat dan merepotkan petugas. Karena pertimbangannya Pak Jokowi punya kondisi conflict of interest," jelasnya.
Andreas menilai, saat ini Indonesia sedang dalam kondisi yang relatif aman, bukan dalam kondisi bencana yang mengharuskan Presiden turun langsung ke lapangan.
Sehingga saat ini Jokowi tidak harus turun ke lapangan mengunjungi masyarakat di tengah masa kampanye.
"Kecuali memang ada kondisi seperti bencana yang memerlukan Pak Jokowi untuk ke lapangan, kalau ini kan normal-normal saja," pungkasnya.
Baca juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Kampanye, Elite PKB: Tanda Kepanikan
'Presiden Boleh Loh Berkampanye'
Presiden Jokowi angkat bicara terkait adanya pandangan bahwa sejumlah Menteri ikut berkampanye memenangkan salah satu pasangan Capres-Cawapres, padahal menteri tersebut bukan bagian dari tim pemenangan atau Parpol.
Menurut Jokowi setiap orang di negara demokrasi memiliki hak politik.
"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja," kata Jokowi usai menyaksikan penyerahan sejumlah Alutsista yang dilakukan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada TNI, di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).