Dalam hal ini, Chico menegaskan, hak angket bukan untuk mengubah hasil Pilpres.
Namun, untuk mengetahui, apakah ada sistem penyelenggaraan yang melanggar indang-undang dengan tujuan memenangkan salah satu pasangan calon (paslon).
Termasuk juga, soal kemungkinan adanya penyelewengan kekuasaan.
Di sisi lain, hak angket juga akan memberikan pelajaran kepada semua kalangan, bahwa tidak akan ada yang lolos dari jerat hukum apabila melakukan pelanggaran.
Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud: Jika Ada Paslon Klaim Menang, Itu Kebohongan Publik
“Output dari hak angket ini pasti akan menjadikan sistem kita menjadi lebih baik, supaya tidak terjadi lagi pelanggaran dałam sistem penyelenggaraan Pemilu,” ujar Chico.
Chico juga mengklaim, partai di internal TPN, khususnya PDI Perjuangan (PDIP), solid mengusung hak angket.
Butuh dukungan partai lain agar perjuangan melalui hak angket bisa bergulir di DPR.
“Apakah ini bisa berjalan? Tergantung keseriusan dan komitmen partai politik lain karena syaratnya dibutuhkan 50+1 (suara) di Paripurna untuk disetujui,” kata Chico.
Sebagai informasi, syarat untuk mengajukan hak angket DPR diatur dalam Pasal 199 undang-undang (UU) No. 17 Tahun 2014.
Dalam UU itu dijelaskan, bahwa hak angket bisa digunakan jika didukung 50 persen anggota DPR RI lebih dari satu fraksi.
Sementara, kursi dua partai pengusung Ganjar-Mahfud, yakni PDIP dan PPP di DPR belum mencapai batas minimal.
Hak angket yang diusulkan itu dapat diterima, apabila mendapat persetujuan dalam rapat paripurna DPR.
Di mana, pada rapat paripurna tersebut, dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR.
Lalu, pengambilan keputusan untuk hak angket, diambil berdasarkan pada persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna itu.
(Tribunnews.com/Rifqah/Gita Irawan/Wahyu Aji/Fersianus Waku/Willy Widianto)