Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD memuji putusan MK terbaru terkait perubahan ambang batas parlemen (parliamentary threshold).
Menurut Mahfud, putusan tersebut sesuai dengan tradisi hukum yang berlaku di seluruh dunia.
Tradisi tersebut, lanjut dia, yakni apabila ada perubahan aturan yang memberatkan atau menguntungkan seseorang maka harus berlaku pada periode berikutnya.
"Bagus, memang harus begitu. Berlakunya itu harus, di dalam tradisi hukum di seluruh dunia kalau ada perubahan aturan yang memberatkan atau menguntungkan seseorang harus pada periode berikutnya," kata dia usai olahraga di Gelora Bung Karno Senayan Jakarta pada Jumat (1/3/2024).
Mahfud pun lantas mengungkit putusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait persyaratan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Sebagai catatan, putusan tersebutlah yang kemudian membuat putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden 2024 meski diwarnai dengan dipecatnya Anwar Usman yang juga paman Gibran sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan MK (MK).
"Termasuk misalnya seharusnya usia calon presiden, wakil presiden, itu kalau mau diubah berlaku pemilu yang akan datang seharusnya ya, dan itu sudah disuarakan. Tapi waktu itu MK-nya ya begitu memutuskannya, meskipun itu sebenarnya, substansi putusannya itu salah," sambung dia.
Baca juga: MK Kabulkan Gugatan Jaksa Agung Tak Boleh Terafiliasi Parpol, Kejagung Bakal Perkuat Independensi
Ia menjelaskan, salahnya adalah terkait komposisi hakim yang setuju dan tidak setuju dengan hal tersebut.
Menurutnya, dari 9 hakim MK, hanya tiga hakim yang setuju kepala daerah berusia di bawah 40 tahun boleh mengajukan diri sebagai calon presiden atau calon wakil presiden.
Sementara itu, 4 hakim di antaranya menolak dan 2 lainnya setuju asal berpengalaman minimal gubernur.
"Lah ini yang hanya setuju gubernur digabungkan ke yang 3 ini, sehingga 5 banding 4. Itu kan kesalahan, dan kesalahan itu sudah dibuktikan bahwa itu salah, yaitu ketua MKnya yang mengarahkan ke arah ini, Pak Anwar Usman sudah dipecat dari ketua, itu karena terbukti salah," kata dia.
"Tapi kan nanti bisa menjadi bukti juga dalam gugatan (dugaan kecurangan pemilu) di MK," sambung dia.
Baca juga: Massa Tandingan Tolak Hak Angket Ikut Demo di Gedung DPR RI
Mahfud juga mengatakan, putusan tersebut tidak bermakna ambang batas parlemen menjadi nol melainkan akan diatur kemudian.
Namun pada intinya, kata dia, putusan tersebut tidak berlaku untuk hasil pemilu legislatif 2024.
"Itu nanti, harus diatur. Tidak bisa berlaku sekarang, sudah pasti tidak bisa berlaku sekarang. Kan disebut juga berlaku sebelum 2029, tapi yang 2024 berlaku, (ketentuan) yang lama. Jangan bermimpi lah, yang dapat satu persen, dua persen itu lalu bisa masuk sekarang," kata Mahfud.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menegaskan Putusan 116/PUU-XXI/2023 tidak meniadakan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.
Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan, sesuai putusan tersebut pembentuk undang-undang (UU) atau DPR harus menentukan besaran angka presentase yang menjadi batas parliamentary threshold secara rasional.
"Putusan 116 tidak meniadakan threshold sebagaimana dapat dibaca dari amar putusan," kata Enny saat dihubungi pada Jumat (1/3/2024).
"Bahwa threshold dan besaran angka persentasenya diserahkan ke pembentuk undang-undang untuk menentukan threshold yang rasional dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif," sambung dia.
Hal itu, kata Enny, dilakukan untuk meminimalisir suara sah yang terbuang atau hasil pemilu tidak proporsional.
"Sehingga dapat meminimalkan disproporsionalitas yang semakin tinggi, yang menyebabkan banyak suara sah yang terbuang, sehingga sistem proporsional yang digunakan tapi hasil pemilunya tidak proporsional," kata dia.
Ia mengatakan, besaran persentase ambang batas yang sudah ditentukan DPR itu nantinya harus digunakan untuk Pemilu 2029.
"Untuk Pemilu 2029 dan seterusnya sudah harus digunakan threshold dengan besaran persentase yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut (disproporsionalitas)," kata Enny.
Baca juga: MK Hapus Ambang Batas Parlemen, Anas Urbaningrum: PT 4 Persen Menurunkan Makna Suara Rakyat
Sebelumnya, MK mengabulkan untuk sebagian pengujian aturan mengenai ambang batas parlemen 4 persen.
Gugatan pengujian Pasal 414 Ayat (1) Undang-Undang (UU) 7/2017 tentang Pemilu tersebut diajukan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati, selaku pemohon.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang putusan di gedung MKRI, Jakarta Pusat pada Kamis (29/2/2024).
Mahkamah menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 182. Tambahan Lembaran Negara Republik Indinesia Nomor 6109) adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024.
Sementara itu, pasal tersebut konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
"(Konstitusional bersyarat di Pemilu 2029 dan berikutnya) sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan," kata Suhartoyo.
Dengan berlakunya putusan sejak dibacakan, MK juga mengamanatkan norma Pasal 414 ayat (1) UU 2/2017 tentang ambang batas parlemen perlu segera dilakukan perubahan dengan memerhatikan secara sungguh-sungguh beberapa hal, antara lain, yaitu:
1. Didesain untuk digunakan secara berkelanjutan
2. Perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau presentase ambang batas paremen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR
3. Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik
4. Perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahap penyelenggaraan Pemilu 2029
5. Perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.