Selain itu, KPU tidak menata dapil anggota DPR yang bermasalah sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Selanjutnya, KPU tidak mampu menyiapkan Sirekap yang layak pakai.
“Seharusnya tidak banyak parpol yang bisa mengajukan daftar caleg. Maka saya titip betul angket di DPR menyelidiki KPU, bagaimana kerjanya, tidak mandiri, tidak professional, harus dijadikan materi angket,” tuturnya.
Hadar juga mendorong audit atas Sirekap, karena menurut dia adalah hal yang aneh bila suara di satu tempat pemungutan suara (TPS) melebihi dari 300, padahal sesuai UU Pemilu bahwa pada satu TPS maksimal jumlah pemilih 300 orang.
Dia tidak menduga akan terjadi penggelembungan suara, karena sejak lama telah mengingatkan KPU untuk mempersiapkan sistem perhitungan suara Pemilu 2024 dengan baik.
Penggunaan teknologi, katanya, bukan hal baru karena Sirekap telah digunakan saat Pilkada tahun 2020.
Beda Pemilu dan Pilkada
Dia mengakui penyelenggaraan pemilu berbeda dengan pilkada, namun hal ini tidak bisa menjadi alasan bagi KPU untuk tidak siap menyelenggarakan Pemilu 2024.
Pasalnya, KPU memiliki dana yang besar.
Hadar mengatakan, persoalan lain yang patut menjadi sorotan bila hak angket digulirkan adalah politisasi bantuan sosial (Bansos), cawe-cawe presiden, ketidaknetralan ASN, TNI-Polri.
Dikatakan, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendorong parpol untuk menggulirkan hak angket kecurangan Pemilu 2024 untuk membenahi persoalan besar pada penyelenggaraan pemilu.
Dia menambahkan, hak angket pernah digulirkan pada Pemilu 2009 untuk menyelidiki persoalan daftar pemilih tetap (DPT).
Hasilnya, DPR merekomendasikan komisioner KPU diberhentikan dengan cara memperpendek masa jabatan, yang seharusnya berakhir pada Oktober 2012 menjadi April 2012.