News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

PKB: Kalau Ingin Kuatkan Sistem Presidensial Harus Ada Parliamentary Threshold

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Acos Abdul Qodir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta.

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Huda menyatakan, jika suatu negara pengin menguatkan sistem presidensial maka harus diberlakukan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT).

Pernyataan Huda ini sekaligus merespons soal putusan Mahkamah Konstitusi RI (MK) yang memutuskan untuk ambang batas parlemen diubah pada Pemilu 2029.

Huda khawatir, dengan adanya putusan itu maka memungkinkan kalau ambang batas parlemen yang sebelumnya 4 persen menjadi dihapus.

"Kalau ingin kita menguatkan sistem presidensial, harus ada parliamentary threshold itu," kata Huda dalam keterangannya, Senin (4/3/2024).

Dengan begitu, menurut Huda, jika Parliamentery Threshold itu dihapus atau dilanggar maka, dengan secara tidak langsung melemahkan sistem presidensial di suatu negara.

"Begitu parliamentary threshold ini dilanggar, artinya kita melemahkan sistem presidensial kita. Sistem presidensial kita itu kalau mau kuat harus ada pembatasan parliamentary threshold," kata dia.

Huda juga menyinggung, dengan adanya putusan ini, maka MK sebagai lembaga peradilan konstitusi kembali menunjukkan sikap yang tidak konsisten.

Dirinya menyinggung soal persoalan Parliamentery Threshold (PT) yang kerap diubah dan direvisi oleh MK.

"Putusan ini menunjukkan sikap MK yang tidak konsisten. Saat presidential threshold dibatasi, PT kemudian direvisi. Revisi PT 4 persen ini juga berlaku pada pemilu 2029 setelah direvisi," ujar dia.

Baca juga: JK Sebut Ada Syarat Jokowi Gabung Golkar, Ketua DPP: Ada Pandangan yang Mungkin Kita Tidak Lihat

Kata Huda, putusan yang dapat mengubah angka 4 persen dari PT yang ada saat ini, bisa menimbulkan masalah baru.

Dinilai menjadi masalah, sebab kata dia putusan itu bisa menurunkan ambang batas yang sudah ditetapkan saat ini.

Atas hal itu, Huda secara tegas menyebut kalau PKB tidak sepakat dengan putusan MK tersebut.

"PKB justru tidak setuju dengan revisi itu.Bila ketentuan revisi di DPR nanti justru malah menurunkan PT di bawah 4 persen akan menjadi masalah baru," kata Huda.

Baca juga: Sudah Bawa Roy Suryo Sebagai Ahli, Bareskrim Tetap Tolak Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu TPDI

Jika ambang batas tersebut diturunkan maka menurut Huda, upaya untuk menyederhanakan partai politik yang lolos ke parlemen akan bermasalah.

"Kami punya semangat untuk melakukan penyederhanaan parpol. Penyederhanaan parpol ini penting supaya partisipasi dan pilihan publik kita, tidak tersebar dan berserak," beber dia.

Pasalnya menurut Huda, PKB pengin Pemilu ke depan bisa berorientasi pada agenda-agenda yang sifatnya strategis dan ideologis. 

Menurut Huda, selama pemberlakuan PT sebesar 4 persen juga tidak ada yang dinilai sia-sia, bahkan seluruh partai politik bisa terakomodir. 

Salah satunya yakni, dengan partai-partai yang memilki suara kecil namun tetap bisa menyuarakan aspirasi rakyat lewat DPRD provinsi dan kabupaten.

"Kalau begini terus, kalau tidak ada penyederhanaan partai masih multi partai, ya tadi itu pragmatisme politik itu akan terus membayangi setiap kali kita pemilu," tukas dia.

Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi. (Kompas.com/Wawan H Prabowo)

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk sebagian pengujian aturan mengenai ambang batas parlemen 4 persen.

Gugatan pengujian Pasal 414 Ayat (1) Undang-Undang (UU) 7/2017 tentang Pemilu ini diajukan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati, selaku pemohon.

"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang putusan di gedung MKRI, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).

Baca juga: Fakta-fakta soal Suara PSI Melonjak Tajam, Bantahan KPU hingga Bawaslu RI Didesak Bubar

Mahkamah menyatakan, norma Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 182. Tambahan Lembaran Negara Republik Indinesia Nomor 6109) adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024.

Sementara, Pasal tersebut konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.

"(Konstitusional bersyarat di Pemilu 2029 dan berikutnya) sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan," ucap Suhartoyo.

Sehingga, dengan berlakunya putusan ini sejak dibacakan, MK mengamanatkan norma Pasal 414 ayat (1) UU 2/2017 tentang ambang batas parlemen perlu segera dilakukan perubahan dengan memerhatikan secara sungguh-sungguh beberapa hal, antara lain, yaitu:

1. Didesain untuk digunakan secara berkelanjutan

2. Perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau presentase ambang batas paremen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR

3. Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik

4. Perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahap penyelenggaraan Pemilu 2029

5. Perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini