News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Diduga Ada Operasi Senyap, Hak Angket DPR Diprediksi 'Rungkad' Sebelum Akad

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang pengunjuk rasa bereaksi dengan membakar ban saat protes mereka menuntut pemakzulan Presiden Indonesia Joko Widodo, penolakan hasil pemilu dan pemecatan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) di pintu masuk gedung DPR di Jakarta pada 5 Maret , 2024. (Photo by Yasuyoshi CHIBA / AFP)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga fraksi di DPR RI menyuarakan hak angket saat menggelar Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024, pada Selasa (5/3/2024).

Ketiga fraksi itu yakni PDI Perjuangan (PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Sikap PKS

Interupsi pertama datang dari Aus Hidayat, anggota DPR RI fraksi PKS dari Dapil
Kalimantan Timur menyatakan, mendorong DPR menggunakan hak angket, untuk
menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024.

"Saya ingin menyampaikan aspirasi sebagian masyarakat agar DPR
menggunakan Hak Angket untuk mengklarifikasi kecurigaan dan praduga
masyarakat atas sejumlah permasalahan dalam penyelenggaraan pemilu 2024," kata Aus.

Aus menjelaskan alasan DPR seharusnya menggunakan hak angket. Pertama,
lanjut Aus, perlu diingat bahwa Pemilu 2024 merupakan momen krusial bagi bangsa
Indonesia. 

Sebab itu, gelaran demokrasi ini harus tetap dijaga agar terlaksana dengan
langsung umum bebas rahasia jujur, dan adil. 

Kedua, kata Aus, munculnya berbagai kecurigaan dan praduga di tengah
masyarakat perihal terjadinya kecurangan dan pelanggaran dalam penyelenggaraan
Pemilu, perlu direspon secara bijak dan proporsional. 

"Hak angket adalah salah satu instrumen yang dimiliki DPR dan diatur dalam UUD
dan UU bisa digunakan untuk menjawab kecurigaan dan praduga itu secara terbuka
dan transparan," ucapnya.

Sikap PKB

Sementara itu, Anggota DPR RI fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah menyuarakan hal
yang sama.

Menurut Luluk, jika ada intimidasi apalagi dugaan kecurangan, pelanggaran dan
etika, hingga intervensi kekuasaan, maka tidak bisa dianggap serta merta Pemilu
selesai.

"Ketika para akademisi para budayawan para profesor, para mahasiswa bahkan
rakyat biasa sudah mulai berteriak tentang sesuatu yang dianggap ada kecurangan,
maka saya kira alangkah anaknya kalau lembaga DPR hanya diam saja dan
membiarkan seolah-olah tidak terjadi sesuatu," ujarnya.

Luluk pun menangkap bahwa publik ingin DPR menggunakan hak konstitusional
melalui hak angket kecurangan pemilu.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini