News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Diduga Ada Operasi Senyap, Hak Angket DPR Diprediksi 'Rungkad' Sebelum Akad

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang pengunjuk rasa bereaksi dengan membakar ban saat protes mereka menuntut pemakzulan Presiden Indonesia Joko Widodo, penolakan hasil pemilu dan pemecatan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) di pintu masuk gedung DPR di Jakarta pada 5 Maret , 2024. (Photo by Yasuyoshi CHIBA / AFP)

Sikap Nasdem

Sedangkan, Bendahara Umum (Bendum) Partai NasDem Ahmad Sahroni meminta
kepada seluruh anggota fraksi di DPR RI untuk mengusulkan hak angket dugaan
kecurangan pemilu 2024.

Kata dia, usulan itu semata untuk menjaga harapan masyarakat kepada DPR RI
yang memiliki hak konstitusi untuk ikut serta dalam menyelidiki dugaan-dugaan
kecurangan pemilu.

"Masyarakat lebih seneng kalau ini penyelidikannya lebih terbuka di DPR wah itu
jempol gua kalau semua nya ikut dalam itu," kata Sahroni, Rabu (6/3).

Ajakan itu juga dimintakan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI tersebut untuk partai
parlemen yang berada di Koalisi Indonesia Maju (KIM) pendukung pasangan nomor
urut 2, Prabowo-Gibran.

Kata dia, sejauh ini hanya fraksi yang ada di kubu 02 saja yang belum menyuarakan hak angket.

Menurut Sahroni, jika memang tidak ada yang salah, maka tidak perlu ada yang
ditakutkan untuk mengajukan hak angket.

"Kita mengajak mereka partai yang menolak hak angket yang mendukung 02 misalnya,kenapa enggak? Ayok go a head, orang untuk penyelidikan kok, ini untuk
legitimasi kekuatan pemenangan dari hasil quick count yang dimenangkan oleh
Paslon 02 kalau enggak bagus banget ini hak angket keren ini," tukas dia.

Golkar Nilai Hak Angket Tak Mendesak

Ketua DPP Partai Golkar, Puteri Komarudin berpendapat, usulan hak  angket DPR
RI untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 tidak ada urgensinya.

"Kami di Partai Golkar merasa tidak ada urgensi untuk mengusulkan hak angket," kata Puteri kepada Tribun Network.

Puteri mengatakan, saat ini proses Pemilu 2024 masih berjalan, sehingga belum
bisa disimpulkan.

"Sampai saat ini, proses Pemilu masih dalam tahap penghitungan suara. Sehingga,
terlalu dini untuk bisa menyimpulkan hasil Pemilu," ujarnya.

Apalagi, kata dia, UU Pemilu sudah jelas mengatur mekanisme pengusutan apabila
ditemukan dugaan kecurangan maupun pelanggaran Pemilu. 

"Yang nantinya akan ditangani dengan melibatkan Bawaslu, Sentra Penegakan
Hukum Terpadu (Gakkumdu) hingga Mahkamah Konstitusi (MK)," ucap Puteri.

Karenanya, anggota Komisi XI DPR RI ini menegaskan, Golkar menolak
usulan hak angket.

"Untuk itu, kami di Partai Golkar tetap memilih jalur penyelesaian yang sudah ada
dan menolak untuk mengusulkan hak angket," ungkap Puteri.

Tak Kompak Soal Hak Angket

Pengamat politik sekaligus Direktur Monitoring Komite Independen Pemantau
Pemilu (KIPP) Indonesia, Jojo Rohi menyebutkan sudah terprediksi soal tidak
kompaknya partai politik Pendukung Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud
terkait hak angket di DPR.

Diketahui tiga fraksi di DPR RI menyuarakan hak angket saat menggelar Rapat
Paripurna Pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024, Selasa (5/3).
Ketiga fraksi itu yakni PKS, PKB dan PDIP. 

Sementara itu, NasDem dan PPP masih belum memutuskan terkait setuju atau
tidaknya hak angket Pemilu 2024.

“Soal hak angket memang sudah diprediksi akan tidak solid, terutama parpol dari
koalisi 01 dan 03,” kata Jojo.

Jojo juga menilai soal hak angket itu, Presiden Jokowi tak akan tinggal diam.

Menurutnya pasti ada operasi senyap yang sudah dilakukan.

“Operasi senyap pasti sudah dilakukan untuk memporak-porandakan koalisi 01 dan
03. Terutama parpol yang berada di posisi margin threshold parlemennya masih
belum aman” sambungnya.

Selain ambang batas parlemen, kata Jojo, soal tawaran posisi menteri di kabinet
sedikit banyak juga menggoyahkan iman dari para elite pengambil keputusan.

“Dan jangan lupa, proses hak angket juga akan menguras energi politik sehingga
ada kecenderungan untuk menghindar karena parpol juga masih harus menyiapkan
stamina untuk bertarung di pilkada dalam waktu dekat. Itulah
mengapa hak angket tidak bergemuruh seperti yang diharapkan,” ucapnya.

Analisis Pengamat

Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia Arifki Chaniago
bicara soal fraksi sejumlah parpol di DPR RI yang mengusulkan hak angket saat
rapat paripurna pembukaan masa sidang ke-13.

Menurut Arifki, hak angket yang diusulkan oleh PKS, PKB, dan PDIP berada di
posisi akad dan rungkad, meskipun jumlah anggota DPR dari partai koalisi 01 dan
03 lebih dominan dibanding partai-partai di koalisi 02.

"Dari rapat paripurna ini terbaca, PPP dan NasDem tidak terbuka menyatakan
sikapnya di Paripurna. Artinya, partai-partai yang berpotensi mengusulkan hak angket berpotensi rungkad sebelum akad," kata Arifki kepada
Tribun Network.

Dia menilai bahwa PPP dan NasDem punya pertimbangkan untuk ikut hak angket.

"PPP masih berjuang untuk memastikan lolos parlemen di Pileg 2024. Sedangkan
Nasdem, sepertinya masih menunggu langkah PDIP,“ujar Arifki. 

Sejak awal, Arifki memahami usulan hak angket ini memang terkesan seperti
gertakan ketimbang langkah serius.

Para ketua umum partai yang mendukung paslon 01 dan 03, dikatakan Arifki,
terkesan masih menjaga jarak dan masih terpolarisasi dengan situasi Pilpres dan
dukungan terhadap capres dan cawapres masing-masing.

"Pada akhirnya, parpol koalisi tersebut terkesan menghitung keuntungan terhadap hak angket jika nantinya teralisasi," kata dia.

Dia menilai hak angket ini terbaca menjadi ruang negosiasi dari parpol pendukung
01 dan 03 untuk bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. 

"Kebutuhan parpol tambahan dari pemerintahan baru nantinya salah satu upaya
menjaga kekuatan di parlemen. Makanya, agenda dari parpol pendukung 01 dan 03
berbeda-beda dalam melihat peluang hak angket sebagai keuntungan," kata Arifki.

"Partai-partai ini baru selesai perang di pemilu. Memutuskan untuk oposisi dari awal
tentu menjadi keputusan yang berat. PDI-P memang terlatih menjadi partai oposisi,
tetapi 2 perode pemeritahan Jokowi menjadi bagian dari kekuasaan. Sedangkan
PKS dua periode pemerintahan Jokowi menjadi oposisi, jika ada tawaran bergabung
ke pemerintahan Prabowo-Gibran. Langkah itu bakal sulit ditolak juga oleh PKS," 
tandas Arifki. (Tribun Network/ Yuda).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini