Menurutnya, saksi ahli dari kubu AMIN seharusnya memberi penjelasan lebih lanjut terkait dugaan korupsi Jokowi.
"Mohon izin majelis, kan dia yang memulai, dia yang mengatakan Jokowi korupsi, dia harus konsekuen dong sebagai ahli menerangkan," bantah Hotman.
"Tapi pada bagian apakah itu menjadi kewenangan MK kan sudah dijawab, diserahkan ke MK," jawab Suhartoyo.
"Maksud saya dia sebagai ahli harusnya konsekuen dengan jawabannya, jangan cuma omon-omon," balas Hotman.
"Anda tidak bisa memaksakan seperti itu," tukas Suhartoyo.
Baca juga: Profil Hamdan Zoelva, Ketua Dewan Pakar Timnas AMIN yang Pilih Tak Beracara di MK Bela Anies-Imin
Sebagai informasi, kubu AMIN membawa 19 orang yang terdiri dari 12 saksi dan 7 ahli dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di MK.
Di antaranya Ekonom Senior Faisal Basri dan Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan.
Sementara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo - Mahfud MD mengatakan bakal mengajukan 8 orang ahli, di Antaranya, ahli hukum tata negara, ahli psikologi politik, ahli sosiologi politik, ahli komunikasi politik, hingga ekonom bidang pertanian, dan pakar IT.
Saksi Ahli Kubu AMIN: Pencalonan Gibran Tidak Sah
Dalam sidang tersebut, Ahli Hukum Administrasi Universitas Islam Indonesia (UII) Ridwan mengatakan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024 tidak sah secara hukum,
Ridwan menjelaskan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kala itu membuka pendaftaran capres-cawapres pada periode waktu 19 hingga 25 Oktober 2023.
Pada saat itu, kata Ridwan, Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 itu belum dihapus atau diubah.
Padahal dalam peraturan tersebut mensyaratkan bahwa pencalonan capres-cawapres minimal 40 tahun.
Sementara, pada saat pendaftaran, Gibran tidak memenuhi syarat lantaran masih berusia 36 tahun
"Saat pendaftaran, yaitu yang periodenya ditentukan KPU, pada tanggal 19 hingga 25 Oktober 2023, peraturan nomor 19 tahun 2023 itu belum dirubah.