Keempat, Romo Magnis menyoroti pembagian bantuan sosial (bansos). Menurutnya, bansos bukan semata-mata milik presiden, namun milik semua bangsa Indonesia yang pembagiannya sudah diatur oleh kementerian dengan aturan yang ada.
"Kalau presiden berdasarkan kekuasaannya begitu saja mengambil bansos untuk dibagi-bagi dalam rangka kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko. Jadi itu pencurian ya pelanggran etika," kata Romo Magnis.
Dengan demikian, hal tersebut menjadi tanda bahwa pemimpin negeri ini sudah kehilangan wawasan etika dasarnya tentang jabatan sebagai presiden. “Bahwa kekuasaan yang dia miliki bukan untuk melayani diri sendiri, melainkan melayani seluruh masyarakat," lanjutnya.
Kemudian yang kelima, manipulasi-manipulasi dalam proses pemilu yang terlihat gamblang. Ia berpendapat hal ini merupakan pelanggaran serius terhadap etika dan demokrasi.
Salah satu contoh manipulasi yang jelas adalah mengubah waktu pemilihan atau melakukan perhitungan suara secara tidak adil. Tindakan semacam ini memungkinkan terjadinya kecurangan yang merusak integritas proses demokrasi.
"Misalnya waktu untuk memilih diubah atau perhitungan suara dilakukan dengan cara yang tidak semestinya. Praktik semacam itu memungkinkan kecurangan terjadi yang sama dengan sabotase pemilihan rakyat. Jadi suatu pelanggaran etika yang berat," pungkas Romo Magnis. (**)