TRIBUNNEWS.COM - Profesor riset di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti buka suara terkait kontroversi yang tertuju kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sepanjang penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024.
Menurut Ikrar, Reformasi jilid II bahkan diprediksi bisa terjadi jika MK tidak independen dalam membuat putusan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Ia menilai, reformasi jilid II bisa terjadi karena persepsi kuat bahwa pihak yang berkuasa lakukan penyimpangan dan hal ini telah menjadi keprihatinan kalangan akademisi dan juga civil society.
Sebagaimana yang diketahui, gerakan masyarakat sipil yang didukung oleh akademisi dan mahasiswa telah memicu reformasi pada tahun 1998.
Gerakan reformasi tersebut berakhir dengan mundurnya Presiden Soeharto setelah 32 tahun berkuasa melalui partai politik yang dikuasai oleh pemerintah.
Menurut Ikrar, bukan tidak mungkin hal yang sama akan memicu reformasi kedua seiring dengan adanya dugaan kecurangan yang terjadi dalam Pemilu 2024 melalui tindakan intervensi dari Presiden Joko Widodo.
"Bukan tidak mungkin hal yang sama juga mendorong terjadinya reformasi jilid II seiring dengan Pemilu 2024 yang sarat kecurangan dan menunjukkan adanya intervensi Presiden Joko Widodo selaku penguasa," kata Ikrar, dalam acara Speak Up, di YouTube Channel Abraham Samad, yang dipantau Senin (15/4/2024).
Ikrar sendiri menilai bahwa reformasi kedua kemungkinan tidak akan terjadi dengan cara yang sama seperti pada tahun 1998
Meski begitu, kontroversi ini akan menjadi bentuk koreksi bagi Presiden Joko Widodo, Panglima TNI, Kapolri, dan Mendagri di masa depan untuk berpikir dua kali sebelum menggunakan kekuasaan mereka untuk melakukan intervensi dalam penyelenggaraan pemilu.
Menurut Ikrar, jika MK tidak independen dalam menangani PHPU yang telah mendapat kritik dari para guru besar dan beberapa ahli dalam persidangan, maka protes dan kritik akan terus berlanjut
Protes tersebut kemudian bisa menciptakan ketidakstabilan yang memicu reformasi kedua.
Baca juga: Bamsoet Sebut tidak Perlu Ada Oposisi, Pengamat: Kalau Semuanya Masuk Kekuasaan, Buat Apa Pemilu?
Hal ini telah tercermin dari kekhawatiran para guru besar, aksi demonstrasi mahasiswa, dan gerakan masyarakat sipil yang kebanyakan mempertanyakan keabsahan Pemilu 2024.
Sebagian besar pernyataan moral dari para guru besar dan masyarakat sipil yang mengkritik kecurangan dalam Pemilu 2024 bahkan menyerukan mundurnya Presiden Jokowi akan terus berkembang jika MK tidak mengambil keputusan terhadap PHPU yang menjawab kekhawatiran masyarakat.
"Ini yang mungkin mendorong reformasi Jilid II terjadi dan kalau ini terjadi maka yang namanya presiden, panglima TNI, Kapolri juga Mendagri harus berpikir dua kali kalau coba-coba mengacaukan perolehan suara dalam Pemilu dengan kekuatan di antara mereka," ujar Ikrar.