Dia menjelaskan, Megawati mengetahui porsi dan momentum yang tepat untuk melaksanakan pertemuan dengan Prabowo. Sehingga, pertemuan yang sifatnya pribadi juga mungkin terjadi.
"Ibu Megawati adalah seorang tokoh bangsa yang tahu persis protokolernya, mana protokoler sebagai pribadi, seorang warga negara Indonesia, seperti beliau menuliskan di amicus curiae kemarin, kapan beliau sebagai seorang ibu, dan kapan beliau sebagai seorang ketua umum partai politik, dan kapan beliau sebagai Presiden Republik Indonesia kelima," pungkas Basarah.
Peluang Berkoalisi
Pasca putusan sidang MK, masyarakat Indonesia bertanya-tanya tentang bagaimana sikap politik PDI Perjuangan terhadap rezim baru yang Akan berkuasa. Tentu dihadapkan pada dua kemungkinan jawaban yaitu oposisi atau bergabung dengan pemerintahan Prabowo Subianto.
Pengamat Politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman menilai apabila PDIP cenderung untuk memilih merapat dengan Prabowo Subianto.
Sikap tersebut dapat dijelaskan dari beberapa analisis baik dari kondisi global maupun dalam negeri dengan pertimbangan yang jernih dan hati-hati terkait kepentingan nasional.
Baca juga: Menang di MK, TKN Prabowo-Gibran Ingin Langsung Gandeng Lawan Politiknya untuk Gabung Koalisi
"Pertama-tama yang menjadi alasan apabila PDI Perjuangan merapat pada posisi politik Prabowo Subianto adalah karena memang relasi politik yang baik antara pimpinan Partai Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto, bahkan Prabowo pernah maju menjadi kandidat Wapres dari Kandidat Presiden Megawati Soekarnoputri pada momen Pilpres 2009," kata Airlangga, Selasa (23/4).
"Sementara setelah Pilpres 2024 selesai dengan keunggulan dari Prabowo Subianto, sinyalemen dari Prabowo untuk menerima dengan tangan terbuka PDI Perjuangan yang ditandai akan dilakukannya pertemuan antara Prabowo dan Megawati menunjukkan arah kerjasama antara dua kekuatan politik tersebut," tambahnya.
Dia menuturkan, kemungkinan posisi politik PDIP Perjuangan ini diambil sepertinya tidak dapat dilepaskan dari analisis interaksi antara situasi global dan domestic dalam kerangka stabilitas sosial Indonesia dalam turbulensi ekonomi-politik yang begitu kencang.
Berbagai macam situasi dunia yang tidak menentu terutama terkait dengan warisan efek krisis Covid-19 yang masih berpengaruh secara ekonomi.
Tak hanya itu, dia juga mengatakan perkembangan geo-politik global terkait dengan Perang Rusia-Ukraina yang belum ada tanda-tanda mereda dan diikuti dengan potensi perang yang melibatkan Palestina-Israel-Iran yang membuka ruang kemungkinan akan keterlibatan kekuatan-kekuatan dunia akan membawa efek yang besar secara global, termasuk juga Indonesia.
Seperti gangguan rantai pasok (supply chain) pangan, laju investasi, daya tukar mata uang sampai dengan hambatan kemungkinan pelemahan pertumbuhan ekonomi global maupun nasional.
"Dalam kondisi sosial ekonomi seperti ini maka diperlukan langkah politik yang hati-hati untuk dapat menjaga keseimbangan politik dan meredam potensi polarisasi politik yang dapat mengarah pada situasi chaos politik," ujarnya.
Berbagai hal tersebut, kata Airlangga, sudah menjadi bagian dari kalkulasi politik elite seperti dapat kita lihat pada pesan dari Prabowo kepada pendukungnya untuk tidak melakukan aksi ke jalan saat pembacaan putusan MK.
Pembacaan politik serupa sepertinya juga menjadi kalkulasi yang menjadi pertimbangan dari PDI Perjuangan dalam menimbang posisi politiknya.