Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan dugaan pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk dukungan calon gubernur-wakil gubernur Jakarta jalur independen, Dharma Pongrekun-Kun Wardana bisa berdampak pidana.
Menurut Titi, pencatutan data pendukung merupakan masalah yang kerap terjadi dalam Pilkada.
Bahkan, kasus serupa juga terjadi dalam proses verifikasi partai politik (parpol) peserta pemilu 2024.
Ia menjelaskan, hal itu terjadi dalam rangka memenuhi persyaratan pencalonan yang berat, rumit, dan kompleks.
Ditambah buruknya pengelolaan dan perlindungan data pribadi yang ada di Indonesia.
Titi menduga apabila tren pencatutan NIK terjadi secara masif untuk dukungan dalam Pilkada, besar kemungkinan hal itu melibatkan pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk mengakses data.
Baca juga: Ramai Pencatutan KTP untuk Dukung Dharma Pongrekun-Kun Wardana, Mahfud MD Tegaskan Itu Bisa Dipidana
"Karena itu, isu pencatutan ini harus diproses serius Bawaslu dan aparat penegak hukum menggunakan UU Pilkada dan UU Perlindungan Data Pribadi serta UU ITE," kata Titi saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (17/8/2024).
Ia menegaskan, dukungan yang merupakan data hasil pencatutan tidak sah.
"Selain tidak benar, hal itu juga membuktikan ada masalah dalam verifikasi yang dilakukan sebab tidak mampu mengidentifikasi kebenaran dukungan calon perseorangan," ucapnya.
Baca juga: Cak Imin dan Puan Minta KPU Klarifikasi Dugaan Pencatutan KTP untuk Dukung Dharma-Kun
Lebih lanjut, ia menjelaskan, UU Pilkada mengatur bahwa manipulasi dukungan bagi calon perseorangan merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Bahkan, penyelenggara pemilu yang terbukti tidak melakukan verifikasi atas dukungan calon perseorangan juga diancam pidana penjara dan denda sebagaimana diatur dalam UU Pilkada.
"Sehingga bagi masyarakat yang menemukan datanya dicatut pasangan calon dan tidak diverifikasi faktual dalam proses pencalonan, diharapkan bisa melaporkan hal tersebut ke Bawaslu daerah terdekat," katanya.
Selanjutnya, Titi mengatakan, mengingat masif dan luasnya dugaan pencatutan NIK, Bawaslu DKI ataupun Bawaslu RI perlu membuka call center atau pusat pengaduan yang mudah dan bisa cepat dihubungi para pemilih korban pencatutan data.