TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah, Selasa (20/8/2024).
Hal itu berdasarkan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Partai Buruh dan Gelora.
Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
Berdasarkan putusan MK ini, threshold pencalonan gubernur Jakarta hanya membutuhkan 7,5 persen suara di pemilihan legislatif sebelumnya.
Selain itu, MK dalam putusannya menyatakan inkonstitusional pasal yang menyebut partai politik (parpol) atau gabungan parpol harus memiliki kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) jika ingin mencalonkan kepala daerah.
Putusan tersebut, membuka peluang bagi mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang sebelumnya ditinggal, PKS, PKB dan Nasdem yang sempat digadang-gadang bakal mengusung Anies sebagai calon gubernur di Pilkada Jakarta.
Dengan catatan, ia diajukan oleh parpol yang memenuhi ambang batas baru pada Pilkada Jakarta, yakni 7,5 persen.
Sementara itu, PDIP yang memperoleh 850.174 atau 14,01 persen suara pada Pileg DPRD DKI Jakarta 2024 bisa berpeluang melaju sendiri tanpa berkoalisi.
Putusan MK ini mendapat tanggapan dari sejumlah elite partai politik.
Berikut tanggapan dari PDIP hingga Golkar soal putusan MK, yang dirangkum Tribunnews.com:
PDIP: Kemenangan Lawan Oligarki Parpol
Baca juga: Putusan MK Bawa Angin Segar bagi PDIP, Kini Syaratkan 1 Hal untuk Usung Anies, Takut Dikhianati?
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Sitorus, mengungkapkan putusan MK ini merupakan kabar baik dan menggembirakan.
Sebab, Deddy menilai, jika selama ini ada upaya penguasa dan antek-anteknya yang berupaya memojokkan PDI Perjuangan dalam proses pencalonan.
"Dengan ini kami memastikan bisa maju di daerah-daerah yang selama ini dikuasai oligarki tertentu seperti DKI, Jabar, Jatim, Jember, Banten, Papua dan sebagainya," kata Deddy kepada wartawan, Selasa (20/8/2024).
Deddy juga mengatakan, putusan MK harus dilihat sebagai kemenangan melawan oligarki partai politik yang hendak membajak demokrasi dan kedaulatan rakyat dengan strategi 'kotak kosong'.
"Semakin banyak calon tentu makin banyak pilihan pemimpin yang bisa dipertimbangkan oleh rakyat. Dan itu baik bagi rakyat dan parpol, tetapi buruk bagi oligarki dan elite politik yang antidemokrasi," katanya.
Deddy juga menilai, dengan putusan ini maka politik mahar dalam Pilkada Kabupaten/Kota dan Provinsi bisa ditekan seminimal mungkin.
Sebab, Parpol mau tidak mau dipaksa untuk mengusung orang-orang terbaik sebagai calon.
PDIP diektahui tengah maraton untuk menentukan siapa sosok calon yang akan diusung.
Sejumlah nama mencuat usai putusan MK, termasuk Anies Baswedan dengan kader PDIP Hendrar Prihadi.
PKS Tak Goyah
Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboe Bakar Alhabsyi, memastikan pihaknya tetap pada keputusan mengusung Ridwan Kamil (RK)-Suswono di Jakarta.
Menurutnya, putusan MK tidak akan mengubah pendirian PKS mengusung Ridwan Kamil-Suswono.
"Sudah selesai dah urusan dalam politik itu sudah selesai lewat. Enggak ada mundur," kata Aboe di Konsolidasi Nasional Calon Kepala Daerah-Wakil Kepala Daerah PKS di ICE BSD, Tangerang, Selasa (20/8/2024).
Ia memastikan, partainya telah selesai dalam membuat keputusan soal Pilkada Jakarta.
"Ya, kita kan sudah mengambil keputusan politik. Masa keputusan politik mundur begitu, bagaimana?" ucap Aboe.
Namun, ia tak menjelaskan mengenai kesiapan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus melawan Anies di Jakarta.
"Bukan melawan, kita ber-fastabiqul khoirot. Berlomba dalam kebaikan," ungkapnya.
Nasdem Enggan Berandai soal Peluang Dukung Anies Lagi
Sementara itu, Ketua DPP Partai NasDem, Taufik Basari atau Tobas, tak ingin berandai-andai soal kemungkinan pihaknya kembali mendukung Anies setelah putusan MK.
"Saya tidak mau berandai-andai. Yang jelas hal yang terlebih dahulu kita akan lakukan adalah kita akan pelajari dahulu (Putusan MK)," kata Tobas kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa.
Ia menyebut, NasDem akan berkomunikasi dengan partai politik (parpol) lain, terkait kesepakatan kerja sama yang sudah disepakati di Pilkada 2024.
"Kita juga mungkin akan berkomunikasi dengan beberapa partai politik di daerah-daerah tertentu, yang kita sudah berkoalisi. Untuk melihat apa yang akan kita lakukan ke depannya," jelasnya.
Menurut Tobas, terlalu dini berandai-andai melakukan langkah tertentu setelah putusan MK.
Sementara, terkait komitmen dukungan NasDem untuk RK-Suswono di Jakarta, dirinya menegaskan masih mempelajari lebih lanjut putusan MK tersebut.
"Seperti yang tadi sudah saya sampaikan bahwa kami masih membutuhkan waktu untuk mempelajari putusan MK tersebut."
"Kita tunggu saja, tentunya mudah-mudahan yang terbaik bagi bangsa ini," ucapnya.
Baca juga: Putusan MK Bawa Angin Segar bagi PDIP, Kini Syaratkan 1 Hal untuk Usung Anies, Takut Dikhianati?
Golkar: Kesekian Kalinya Putusan MK Mengejutkan
Sementara itu, Waketum Golkar, Ahmad Doli Kurnia, mengakui putusan MK tersebut cukup membuat kejutan jelang pembukaan pendaftaran calon kepala daerah pada 27-29 Agustus 2024.
Bahkan, menurutnya bisa saja konstelasi politik berubah lantaran beberapa parpol bisa mengajukan calon gubernur dan wakil gubernur tanpa harus berkoalisi pada Pilkada Jakarta.
"Buat saya, untuk kesekian kalinya putusan Mahkamah Konstitusi ini selalu menjadi kejutan ya," ujar Doli di JCC, Senayan, Jakarta, Selasa.
"Ini kan kita sisa tinggal kurang lebih seminggu lagi mulai pendaftaran, tiba-tiba kebijakan baru. Kita sama-sama tahu putusan Mahkamah Konstitusi itu final and binding,"
"Kalau yang kita lihat sekarang di berita ini, ini kan ada perubahan yang sangat mendasar. Dan hitungan hampir semua partai di daerah bisa mencalonkan pasangannya sendiri. Apalagi yang dihitung bukan dari jumlah penduduk, tapi dari jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap)," lanjutnya.
(Tribunnews.com/Milani/ Fransikus adhiyuda/Reza/Rahmat)