"Ya kalau ada yang mau (curang) TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) bilang, pak baik-baik saja, Pak. Kasihan rakyat yang mau memilih. Bilang sama kepala desa jangan kayak begitu. Sudah. Kamu pun nanti kalau digituin kan juga sakit. Makanya biarkan rakyat memilih sesuai keinginannya," kata dia.
"Karena semuanya adalah calon-calon pemimpin yang harus dipersiapkan dengan baik. Karakternya, spirit juangnya, dan juga tanggung jawabnya pikirannya bangsa dan negara," sambung dia.
Baca juga: Rakyat Demo Tolak Revisi UU Pilkada: Jokowi Bahas Tambang, Gibran di Bandung, Kaesang di AS
Kepada seluruh bakal calon kepala daerah ia tetapkan, Megawati menegaskan PDIP telah merancang visi misi pokok dan program strategis para calon mencakup konsepsi tata ruang berdasarkan koridor strategis dalam cara pandang geopolitik Bung Karno.
Untuk itu, ia mencontohkan terkait mantan Gubernur Bali Wayan Koster yang saat itu juga hadir sebagai bakal calon gubernur Bali yang diusung PDI Perjuangan.
Ia mengaku pernah "memaksa" Wayan Koster untuk memikirkan rencana untuk melestarikan sistem pengairan subak di Bali.
"Saya bilang sama dia, kamu sudah saya jadikan gubernur, kamu jangan hanya mikir yang namanya tanah yang subur lalu dibeli orang hanya mau buat hotel dengan alasan pariwisata. Pertanyaan saya, kalau nanti kamu udah enggak ada yang namanya Subak, kearifan lokal pangan yang ada di Bali Subak, kamu mau jadi apa?" kata dia.
"Dan saya akan bilang yang merusak ini gubernur yang namanya Koster. Akhirnya untung dia nurut. Kalau dia nggak nurut, ya nggak jadi lagi sama saya. Karena dia berhasil membuatnya untuk 100 tahun. Kalau di PDIP visi misi ini jangan tanggung-tanggung," sambung dia.
Megawati dalam pidatonya juga menekankan, perbuatan dan keteguhan pada jalan kebenaran merupakan moralitas paling tinggi bagi seorang pemimpin terlebih dalam pemilihan umum.
Ia menegaskan agar seluruh proses Pilkada sama sekali tidak boleh meninggalkan etika moral dan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.
Sebab, kata dia, dari negara demokrasi pemilu adalah cermin kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin mereka secara bebas, merdeka, dan demokratis.
Pemilu, kata dia, momentum bangsa dan negara, pemilu membangun legitimasi dan kredibilitas yang namanya seorang pemimpin.
"Mari genggam erat komitmen kita pada ideologi Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Kita jadikan Pilkada sebagai wahana dari lahirnya pemimpin yang arif, bijaksana, dan mumpuni. Jangan pernah lelah berjuang bagi bangsa," kata dia.
"Percayalah tidak ada perjuangan yang sia-sia. Selamat berjuang, merdeka, merdeka, merdeka," sambung dia.
DPR Lawan Putusan MK dengan Coba Ubah UU Pilkada
Pihak DPR dan pemerintah kompak mendadak ingin revisi UU Pilkada sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan perkara Nomor 60 dan Nomor 70 pada Selasa (20/8/2024).