News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2024

Soal Politik Uang, Bawaslu Tegaskan Pihaknya Punya Kewenangan Diskualifikasi Calon di Pilkada 2024

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Puadi.

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Puadi menegaskan satu kewenangan pihaknya adalah mendiskualifikasi pencalonan pasangan kepala daerah pada Pilkada 2024.

Langkah itu dapat diambil Bawaslu jika ada pasangan calon yang terbukti melanggar aturan.

Satu pelanggaran yang berpotensi menyebabkan calon didiskualifikasi, di antaranya jika terbukti memberikan uang atau materi lain sebagai imbalan kepada pemilih.

"Paslon juga bisa diskualifikasi jika terbukti menerima sumbangan dana kampanye dari pihak-pihak yang dilarang, seperti pihak asing, pemerintah, BUMN, BUMD, atau BUM Desa," kata Puadi melalui keterangannya, Rabu (11/9/2024).

Bagi calon petahana, lanjut Puadi, mereka dapat didiskualifikasi jika terbukti melakukan mutasi pejabat tanpa adanya izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada enam bulan sebelum penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatan.

"Menggunakan program dan kegiatan pemerintah yang menguntungkan paslon enam bulan sebelum penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih juga dilarang," kata Puadi.

Baca juga: Pilkada Digelar Ulang pada Tahun 2025 Jika Kotak Kosong Menang, KPU Segera Susun Rancangan Jadwal  

Bawaslu juga terus menggencarkan sosialisasi kepada publik, partai politik, peserta pemilihan, dan tim kampanye terkait pelanggaran yang mungkin terjadi dalam pemilihan dan sanksi yang bisa dikenakan.

"Jajaran Bawaslu selalu melakukan pengawasan melekat dalam setiap proses tahapan pemilihan. Jika ada indikasi akan terjadi dugaan pelanggaran, lakukan pencegahan seketika," ucap Puadi.

Baca juga: Prabowo Mania 08 Jatim Perkuat Tim Pemenangan Khofifah-Emil di Pilkada 2024

Sekadar informasi sanksi untuk pemberi dan penerima politik uang dalam Pilkada tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang.

Ketentuan larangan politik uang dalam Pilkada tertuang dalam Pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016. Berikut bunyinya:

(1) Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.

(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

(3) Tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:

a. Mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
b. Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
c. Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.

Kemudian, dalam Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016 dijelaskan tentang sanksi bagi pemberi dan penerima politik uang. Adapun bunyinya sebagai berikut:

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini