Laporan Wartawan Tribunnews.com Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pilkada Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua diduga telah terjadi kecurangan yang dinilai terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Sekretaris Tim Pemenangan Pasangan calon(paslon) 02 Yanni–Jemmi, Faisal Kaplele mengecam keras praktik-praktik yang menurutnya tidak hanya mencederai demokrasi tetapi juga berlangsung dengan cara yang primitif dan barbar.
Menurut Faisal, salah satu bentuk kecurangan yang paling mencolok adalah manipulasi undangan untuk memilih.
Ia mengungkapkan bahwa banyak pemilih yang diketahui bukan pendukung pasangan calon (paslon) 01 sengaja tidak diberikan undangan.
"Ironisnya, Calon Bupati kami, Ibu Yanni yang jelas-jelas terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan nomor 479 juga tidak menerima undangan, padahal rumahnya hanya berjarak 10 meter dari TPS," kata Faisal di Sarmi Papua, Jumat (29/11/2024).
Lebih jauh, Faisal menceritakan tindakan bahwa saat Cabup Yanni tiba di TPS 1 Sarmi Kota, ia diperlakukan seperti orang asing.
Baca juga: KPU Bakal Bahas Mekanisme Pemilu Ulang Jika Kotak Kosong Menang di Pilkada
Ketua Panitia Pemungutan Suara (KPPS) memintanya mencocokkan identitas KTP, meskipun ia adalah figur yang dikenal luas di Sarmi.
Ketua KPPS yang bernama Hesli Soumilena bahkan menggunakan pengeras suara untuk mengumumkan tiga kali bahwa hanya pemilih yang memiliki undangan boleh mencoblos, dengan maksud menghalangi Yanni untuk menggunakan hak suaranya.
Tidak hanya itu, Ketua KPPS Hesli Soumilena diduga kuat merangkap sebagai tim sukses paslon 01 dan menjadikan rumahnya sebagai posko pemenangan.
Hal ini merupakan pelanggaran berat terhadap UU Pilkada sehingga yang bersangkutan bisa dijerat penjara dengan delik Pidana Pemilu.
Faisal menyebut adanya saksi mata yang melihat ada Ketua KPPS secara terbuka mengizinkan keluarga pendukung paslon 01 yang tidak hadir untuk diwakili dalam mencoblos.
Peristiwa tersebut bahkan disaksikan oleh sejumlah pejabat, termasuk Dandim, Danlanud, Kepala Kesbangpol, dan ketua KPU.
Pelanggaran dan kecurangan TSM juga diduga terjadi merata hampir di seluruh TPS di Kabupaten Sarmi.
"Saking barbarnya kecurangan yang terjadi, sejumlah TPS hasil penghitungan suaranya melebihi DPT," katanya.
Contohnya yang terjadi di Kampung Kirim Podena dimana DPT terdaftar 161, tapi hasil penghitungan suara 200. Hal ini menunjukkan adanya pencoblosan surat suara secara ilegal.
Lebih jauh, Faisal membeberkan bahwa pemilih yang diketahui berasal dari pendukung 02 dan 03 dihalangi dengan dalih bahwa surat suara habis.
Mereka diminta menunggu dengan alasan surat suara harus diambil terlebih dahulu.
Dugaan kecurangan ini tidak hanya berhenti di manipulasi undangan. Para saksi dari paslon 02 dan 03 juga mengalami berbagai bentuk persekusi, intimidasi dan penghalangan.
Mereka dipersulit untuk masuk ke area TPS, beberapa bahkan diminta duduk di luar area TPS.
Dalam beberapa kasus, saksi dipaksa menandatangani formulir C1, dan formulir itu hanya diberikan jika mereka mau tanda tangan dilakukan.
Jika saksi menolak, mereka diberi alasan bahwa formulir tersebut akan diserahkan keesokan harinya di kantor distrik.
Faisal juga menyoroti adanya praktik kekerasan fisik dalam bentuk sweeping terhadap saksi dan pemilih yang berbeda pilihan. Ia menyebut pendukung paslon 02 yang hendak menuju distrik Pantai Barat dihadang oleh pihak paslon 01, mengingat jalan menuju distrik tersebut hanya satu.
"Semua kejahatan pemilu yang tidak ada di tempat lain itu terjadi di Sarmi, benar-benar perilaku yang primitif" ujar Faisal.
Dikatakannya, kecurangan ini sangat mencederai demokrasi. Kabupaten Sarmi menjadi contoh buruk dalam pelaksanaan Pilkada. Pihaknya berharap Bawaslu segera menindaklanjuti laporan yang ada.
Masifnya kecurangan ini membuat Paslon nomor urut 02, Yanni – Jemmi Esau Maban, dan Paslon nomor urut 03, Agus Festus Moar – Mustafa Arnold Muzakkar, melapor ke Bawaslu Kabupaten Sarmi pada Kamis(28/11/2024).
Baca juga: Di Tengah Rapat Pleno Pilkada, Ular Kobra Masuk ke dalam Celana Ketua PPK Maro Sebo Muaro Jambi
Kedua pihak, tanpa berjanjian, bertemu di kantor Bawaslu dengan laporan serupa terkait berbagai modus kecurangan.
Faisal menegaskan bahwa timnya mendapati indikasi mobilisasi massa yang terorganisir untuk mendukung paslon tertentu.
"Ada dugaan kuat KPPS dipersiapkan untuk memenangkan paslon nomor urut 1. Bahkan, saksi kami mendapat perlakuan kasar, dan ini semua menunjukkan adanya pelanggaran TSM," jelas Faisal.
Pihaknya juga meminta agar Bawaslu segera merekomendasikan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 68 TPS yang diduga menjadi lokasi pelanggaran dan jika perlu mengganti seluruh penyelenggara di level KPPS yang terindikasi tidak netral.
"Kami melihat pola pelanggaran ini terjadi di seluruh Kabupaten Sarmi, mulai dari Pantai Barat, Pantai Timur, Bonggo, hingga Apawer. Ini menunjukkan skala pelanggaran yang sistematis," kata Faisal.
Sementara itu, Paslon nomor urut 3, melalui Ketua Tim Pemenangan Bahar, juga menyampaikan temuan serupa. Menurut Bahar, beberapa TPS membuka pencoblosan terlambat namun menutup lebih awal, sehingga banyak pendukung paslon lain tidak sempat menggunakan hak pilihnya.
"Bahkan, ada warga yang mengaku mencoblos dua kali untuk mendukung paslon tertentu, dan itu ada bukti rekaman. Selain itu, perbedaan jumlah surat suara untuk Pilkada kabupaten dan provinsi juga mencurigakan," tegas Bahar.
Lebih lanjut, Calon Wakil Bupati nomor urut 2, Jemmi Esau Maban, menambahkan bahwa saksi-saksi dari paslon nomor urut 2 diduga mengalami intimidasi hingga dipaksa menandatangani formulir C1. Selain itu, ia mengungkapkan dugaan politik uang di beberapa distrik.
"Kami memiliki bukti video warga mengaku menerima uang Rp 200 ribu di Distrik Bonggo. Kami mendesak Bawaslu untuk segera menindaklanjuti laporan ini dan merekomendasikan PSU di TPS-TPS yang bermasalah," ujar Jemmi.
Kedua paslon berharap Bawaslu dapat bertindak tegas dan memastikan proses Pilkada yang jujur dan adil. "Kami ingin kecurangan yang terjadi di Sarmi ini diusut tuntas, agar hak pilih warga tidak lagi disalahgunakan oleh oknum penyelenggara," pungkas Jemmi.