Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Humphrey R Djemat anggota tim penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku tidak pernah mengungkapkan kata-kata sadap atau transkip dalam persidangan.
Menurutnya, kata sadap justru ramai dibicarakan setelah Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menanggapi persidangan pada 1 Februari 2017 lalu.
Kala itulah pertama kali mencuat informasi adanya penyadapan terhadap Ketua Umum Partai Demokrat dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin.
Baca: Nelayan Kepulauan Seribu Mengaku Tak Perhatikan Ucapan Ahok Soal Al Maidah
"Statemen itu tidak pernah keluar dari mulut penasihat hukum ataupun di persidangan," kata Humphrey kepada wartawan di halaman Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (7/2/2017).
Begitu juga soal transkrip tidak keluar dalam persidangan.
"Tidak ada sama sekali. Itu muncul di luar. Terutama yang sangat kuat sekali pernyataan Pak SBY di konfrensi pers-nya," ujarnya.
Wakil Ketua Umum PPP Kubu Djan Faridz ini menjelaskan, apa yang disampaikan dalam persidangan ke delapan kemarin bukan tong kosong.
Pihaknya mengklaim memiliki bukti.
Namun, bentuknya bukan berupa penyadapan telepon.
"Dengan demikian apa yang akan kita sampaikan bukan dalam bentuk penyadapan, pasti itu. Jelas clear," katanya.
Tak hanya itu, Humphrey juga mengaku jika tidak pernah ada niatan untuk melakukan proses hukum terhadap Maruf Amin.
"Tidak ada pihak mana pun juga memaksa penasihat hukum melakukan langkah hukum kepada Maruf Amin. Terus terang sudah mengambil sikap tidak akan melakukan proses apapun juga kepada Pak Maruf Amin," katanya.
Baca: Pengacara Yakin Keterangan Nelayan Kepulauan Seribu Akan Ringankan Ahok