"Dari keterangan PT Kimia Farma bahwa yang bersangkutan adalah lulusan salah satu universitas di Sumatera Utara, dan juga gelar akademis dari tersangka adalah sarjana kedokteran. Tapi belum mengambil sertifikasi sebagai dokter," ucap Yusri.
"Dia adalah lulusan baru memang sarjana kedokteran," jelasnya.
Polisi berencana memeriksa kampus tersangka untuk memastikan lagi apakah betul yang bersangkutan memang alumnus universitas tersebut.
"Kami mau memanggil dari IDI dan akan memeriksa universitas swasta di mana tersangka ini kuliah untuk kita bisa pastikan betul apakah tersangka ini sarjana kedokteran," kata dia.
Baca: Oknum Petugas Medis Terduga Pelaku Pelecehan di Bandara Soetta Tak Miliki Sertifikat Profesi Dokter
Hal yang sama dikatakan Kompol Alexander Yurikho. Ia menuturkan penyidik bakal berkoordinasi dengan pihak kampus terkait gelar sarjana yang dimiliki tersangka.
"Kami berkonfirmasi dengan tempat yang bersangkutan atau tersangka menimba ilmu di sebuah universitas swasta di Sumatera Utara. Kami dapat pastikan bahwa yang bersangkutan adalah sarjana kedokteran," ujarnya.
Alex mengatakan, penyidik juga segera meminta keterangan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk memastikan profesi tersangka. IDI sendiri sebelumnya telah menyatakan EF tidak terdaftar sebagai anggotanya.
Tak hanya itu, EF juga tidak terdaftar sebagai dokter di lembar negara Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
"IDI akan segera memberikan keterangan untuk lebih memastikan profesi dan status dari tersangka," tutur Alexander.
Kasus pemerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan EF diketahui bermula dari unggahan korban LHI di akun Twitter-nya, @listongs. Dia mengaku menjadi korban pemerasan dan pelecehan oleh seorang oknum dokter berinisial EF.
Dalam unggahannya itu LHI mengaku mendapat tawaran dari seseorang petugas rapid test di Bandara Soekarno Hatta untuk dapat mengakali hasil rapid tes diakali agar negatif.
Hasil tesnya diakali agar bisa terbang. Namun ia dimintai uang jutaan rupiah.
Korban mengaku sebelumnya dia pernah swab test dan hasilnya negatif. Tapi ketika hendak pergi ke Nias, dia mencoba rapid test di Bandara Soekarno-Hatta.
Tapi entah kenapa hasilnya reaktif, lalu muncul tawaran mengakali rapid test dengan biaya jutaan rupiah.