KPAI juga menyayangkan karena para pelajar ada yang ditangkap kepolisian sebelum mereka tiba di lokasi demo.
“Selesaikan masalah anak-anak pedemo yang terbukti rusuh, melakukan kekerasan, melakukan pembakaran, dan tindak pidana lainnya sesuai peraturan perundangan yang ada, yaitu UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Anak pelaku pidana atau ABH harus diproses dengan menggunakan UU tersebut,” ujar Retno.
Pengamat Kepolisian minta polisi hati-hati mencatat pelajar ikut demo tolak UU Cipta Kerja di SKCK
Upaya polisi menindak pelajar yang tertangkap saat hendak mengikuti aksi unjuk rasa tolak Undang-Undang Cipta Kerja dengan membuat catatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), menjadi sorotan.
Pengamat kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISeSS) Bambang Rukminto mengatakan, polisi harus berhati-hati dalam menangani para pelajar yang masih di bawah umur.
"Polisi harus hati-hati dan tak gegabah menangani pengunjuk rasa di bawah umur. Apalagi unjuk rasa bukan pelanggaran hukum," ujar Bambang dalam keterangannya, Rabu (14/10/2020).
Baca juga: Pelajar Ikut Demo Anti UU Cipta Kerja, Anies: Kalau Ada Anak Peduli Soal Bangsanya Bagus Dong!
Menurut Bambang, penyampaian pendapat melalui unjuk rasa merupakan perbuatan legal yang dilindungi oleh Undang-Undang.
Sementara itu, kata Bambang, anak-anak di bawah umur juga dilindungi oleh Undang-Undang yang penanganannya harus dibedakan dengan orang dewasa.
"Tindakan polisi seperti itu menunjukan polisi tidak paham demokrasi sehingga melakukan tindakan anti demokrasi. Unjuk rasa itu legal dan dilindungi UU, yang dilarang adalah aksi kerusuhan, dan anarkisme," katanya.
KontraS : mereka dipaksa bungkam
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) merespon soal ancaman aparat kepolisian terhadap pelajar peserta demonstrasi menolak UU Cipta Kerja.
Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti menilai ancaman tersebut telah melanggar hak asasi manusia.
"Dengan adanya pengancaman seperti ini tentu saja melanggar hak asasi mereka," kata Fatia ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (15/10/2020).
"Di mana mereka berarti dipaksa untuk dibungkam dan dibuat menjadi takut agar tidak kembali ikut dalam kegiatan-kegiatan publik," lanjutnya.