TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Melonjaknya kasus terkonfirmasi positif virus corona (Covid-19) pada klaster perkantoran di wilayah DKI Jakarta dalam sepekan terakhir, disebut karena pemberlakuan kebijakan kerja dari rumah atau Work From Home (WFH) yang mulai longgar.
Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menjelaskan saat ini pandemi Covid-19 belum terkendali, sehingga penting bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk terus menerapkan kebijakan WFH dibandingkan Work From Office (WFO).
Menurutnya, karyawan yang telah divaksin pun masih berpotensi terpapar Covid-19.
Sehingga untuk meminimalisir peningkatan kasus Covid-19 pada klaster perkantoran, penerapan WFH perlu diperketat.
"Makanya ini harus dipahami bahwa situasi pandemi ini kan belum terkendali, jadi yang namanya WFH itu bukan karena sudah divaksin (kemudian) masuk semua, tidak begitu, WFH ini terutama untuk pekerjanya yang memang bisa dari rumah, tidak diperlukan kehadirannya ke kantor," ujar Dicky, kepada Tribun, Senin (26/4/2021).
Dicky kembali menegaskan bahwa karyawan, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah divaksin pun masih memiliki risiko besar untuk terpapar virus ini.
Baca juga: Aturan Jam Kerja ASN Selama Bulan Ramadhan 2021, Ini Ketentuan untuk WFO dan WFH
Sehingga WFH menjadi salah satu langkah terbaik dalam menekan lonjakan Covid-19.
"Apalagi orang itu walaupun sudah divaksin (tapi masih) masuk kategori risiko tinggi ya, tetaplah WFH," kata Dicky.
Oleh karena itu, kebijakan untuk meminta karyawan untuk WFO diharapkan dipertimbangkan kembali. Ini tidak hanya berlaku bagi perkantoran swasta saja, namun juga Kementerian dan Lembaga (K/L).
"Ini yang saya kira harus dievaluasi, ini bukan hanya bicara Jakarta ya, semua perkantoran yang ada di Jakarta, Kementerian dan Lembaga itu juga sama," jelas Dicky.
Perlu diketahui, pada periode 5-11 April 2021, jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 pada klaster perkantoran di DKI Jakarta mencapai 157 dari 78 perkantoran.
Kemudian satu pekan kemudian, tepatnya pada 12 hingga 18 April 2021, angkanya melonjak signifikan menjadi 425 kasus positif dari 177 perkantoran.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertrans) DKI Jakarta Andri Yansyah mengaku tidak mudah mengembalikan sistem work from home (WFH) hingga 100 persen meskipun penyebaran Covid-19 di klaster perkantoran meningkat.
Pasalnya, kebijakan WFH harus dikaji terlebih dahulu dan melibatkan banyak pihak.
"Terkait masalah WFH WFO ini kan enggak bisa kita tentukan sendiri, kita ada Satgas. Nah Satgas itu nanti yang meminta pendapat-pendapat dari berbagai macam ahli, seperti dulu," kata Andri.
Dia mengatakan, keputusan harus melalui kajian yang komperhensif sehingga dampak dari WFH secara penuh bisa diprediksi dan diantisipasi.
Selain itu, beragam aspek juga harus dipertimbangkan jika Pemprov DKI hendak menerapkan WFH 100 persen kembali.
"Dia betul-betul komprehensif, semua (kalangan) didengar pendapatnya dari berbagai macam aspek sehingga diputuskan lah seperti A, B dan C," kata dia.
Sementara itu, Wali Kota Jakarta Pusat, Dhany Sukma mengatakan jika perkantoran telah menerapkan 30 persen dari total kapasitas yang ada. Artinya protokol kesehatan telah dilakukan dengan baik.
"Kalau untuk kita kantor kantor itu kan sudah luas. Artinya kalau diterapkan 30 persen saja dari luasan, sudah dapat menjaga jarak," kata Dhany.
Baca juga: Penuhi Kebutuhan Gadget saat WFH dan WFO, Ini Tablet Harga Terjangkau Desain Minimalis dan Layar HD
Namun demikian, dikatakan Sukma, yang perlu diwaspadai yaitu luas area ruangan perkantoran, tidak sebanding dengan jumlah kapasitas karyawan yang ada.
Sehingga protokol kesehatan tidak berjalan maksimal.
"Tapi kantor yang ruangnya terbatas, penghuninya banyak, sehingga penegakan protokol Covid-19 terkait masalah kapasitas dan jumlah ruangan ini yang harus kita tegakan, itu yang diterapkan," katanya.
Dhany juga telah meminta Sudin Parekraf untuk melakukan pengawasan di beberapa lokasi seperti perhotelan hingga perkantoran untuk memastikan bahwa protokol kesehatan berjalan dengan baik.
Hal ini juga yang diterapkan di lingkungan Pemkot Jakarta Pusat. (Tribun Network/fel/fit/wly)