"Warga membeli Tahun 2018 dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) kemudian dijanjikan satu tahun rumah siap huni. Satu unit dibeli warga dengan harga Rp650 juta, dan semua warga sudah lunas membayar rumah tersebut," katanya.
Usai pelunasan dilakukan, keanehan pembangunan klaster pun mulai dialami oleh para korban.
Sebab, sang pengembang justru mangkir dari perjanjian awalnya kepada para warga berupa perampungan bangunan pada Tahun 2019.
Hingga para korban pun mulai bertanya-tanya kepada sang pengembang atas mundurnya jadwal perampungan bangunan, sesuai dengan perjanjian awal saat transaksi jual beli.
"Dijanjikan satu tahun rumah siap huni. Tapi di tahun yang sudah dijanjikan, rumah belum jadi. Lalu tahun 2020 pembangunan berhenti total," jelasnya.
Kekhawatiran warga pun semakin menjadi-jadi usai pembangunan unit rumah yang dibelinya tak juga rampung terlaksana hingga 2021.
Tak juga mendapat kepastian, Adit bersama warga lainnya mulai menelusuri proses pembangunan rumah.
Bukan jawaban yang diterima, puluhan warga itu justru terkejut saat mengetahui bahwa pengembang sudah tak lagi berkantor di Jalan AMD, Pondok Kacang Barat, Pondok Aren, Kota Tangsel.
Hingga akhirnya warga memutuskan melaporkan peristiwa dugaan penipuan tersebut ke Polres Tangsel.
"Pemilik developer ini sempat kabur, tapi saat ini sudah ditahan di Polres Tangerang Selatan," ungkapnya.
Tertangkapnya sang pemilik properti oleh kepolisian tak membuat para korban dapat bernapas lega.
Nasib puluhan warga itu pun terkatung-katung bak peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga.
Sebab, alasan Samtari melarikan diri dikarenakan sertifikat tanah seluas 1.450 meter persegi yang dijadikan lokasi klaster tersebut digadaikannya kepada seseorang berinisial W di tahun 2020 senilai Rp700 Juta.
Kini para korban pun mendapati permasalahan baru usai tertangkapnya sang pemilik Raja Properti Residence itu.