Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Ismunadi
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Usai meraih gelar Doktor Ilmu Hukum, Prof Dr dr Eka Julianta Wahjoepramono SpBS, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang, berusaha mengajak koleganya untuk tidak takut dalam menjalankan profesi sebagai dokter. Pasalnya, menurut Eka, selama dokter bekerja dalam koridor yang baik maka ada perlindungan hukum.
"Idealisme itu yang mau saya tanamkan pada teman-teman saya yang masih muda. Jangan khawatir, selama mereka bekerja dalam koridor yang baik, ada perlindungan hukumnya. Enggak usah dikhawatirkan," ungkap Eka usai menerima gelar Doktor Ilmu Hukum di Kampus FK, UPH, Karawaci, Tangerang, Kamis (4/11/2010).
Pernyataan itu dilontarkan Eka berdasarkan disertasi yang disusunnya untuk meraih gelar Doktor Ilmu Hukum. Disertasi tersebut berjudul Alasan Pembenar Tindakan Medik Menurut Undang-undang Praktek Kedokteran dan Standard Operational Procedure dalam Sengketa Malpraktek. Setelah melewati sidang terbuka selama kurang lebih 1 jam, Eka dinyatakan lulus dengan predikat terpuji.
"Setelah belajar hukum, saya mengatakan kepada teman-teman, jangan takut. Ini untuk reputasi bangsa kita," katanya.
"Bayangkan kalau di Indonesia itu pasien-pasien yang sulit pergi ke luar negeri. Bukan saja duitnya yang pergi, kita malu. Semua pasiennya pergi ke Singapura, Malaysia, dan Jepang, bagi kita itu malu," tegas dokter Eka.
Dalam Desertasinya Eka melihat ada kecenderungan dokter-dokter di Indonesia melakukan Defence Medicine. Penyebabnya mereka takut berurusan dengan hukum. Sehingga banyak dokter yang lebih memilih menyarankan pasiennya berobat ke luar negeri. Terutama untuk tindakan medis yang memiliki risiko sangat tinggi.
"Kalangan dokter, terutama dokter bedah seperti saya, kita itu sering was-was. Ketika hendak melakukan tindakan operasi tumor yang sulit, operasi pembedahan yang sulit, kita itu was-was. Jangan-jangan pasiennya meninggal, jangan-jangan pasiennya lumpuh, takut kita," tuturnya.
"Sehingga banyak teman-teman se-profesi saya, aduh kenapa sih yang susah-susah, yang gampang saja, kita operasi orang tabrakan ongkosnya sama, operasi tumor yang sulitnya luar biasa juga sama. Tumor bisa memakan waktu 24 jam, tabrakan satu jam," imbuh Eka.(*)