Laporan Wartawan Tribun Timur, Rudhy
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Kesejahteraan jurnalis menjadi perbincangan hangat pada kegiatan Workshop ke-AJI-an, yang digelar AJI Kota Makassar di Hotel Tree, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (1/6/2013).
Kegiatan tersebut dilakukan jelang pelaksanaan konferta pemilihan Ketua AjI Kota Makassar periode 2013-2016.
Tema utama dalam kegiatan tersebut adalah 'Membangun Aliansi Jurnalis Independen Makassar yang Berkarakter'.
Hadir sebagai pembicara dalam pra konferta adalah Sekjend AJI Indonesia Suwarjono, dan Koordinator Divisi Penguatan Organisasi AJI Indonesia Laban Abraham Laisila.
Selain membahas tingkat kesejahteraan atau gaji jurnalis di sejumlah perusahaan media di Indonesia, khususnya di Sulsel, kegiatan ini juga membahas kebebasan pers dan profesionalisme jurnalis.
"Yang menjadi skala prioritas utama AJI Indonesia saat ini, adalah persoalan kesejahteraan wartawan," tutur Laban Abraham Laisila.
Nyonyo, panggilan akrab Laban menjelaskan, sejauh ini di Indonesia ada 1.200 perusahaan media. Sementara, secara nasional, hanya dua media di Jakarta yang mampu menggaji karyawannya di atas gaji UMK Rp 5 juta lebih, yakni Jakarta Post dan Bisnis Indonesia.
"Sementara, sisanya malah hanya membayar Rp 3-4 juta, bahkan ada yang hanya dibayar di bawah standar senilai Rp 2 juta. Itu terdapat di 130 perusahaan media di Indonesia, baik jejaring maupun independen," ungkapnya.
Menurut Laban, faktor inilah yang menyebabkan jurnalis tidak lagi menjalankan kode etik dan menjunjung tinggi profesionalisme serta independensinya di lapangan.
Nyonyo juga mengingatkan pentingnya penguatan organisasi, terlebih bagi anggota baru. Ia juga menegaskan, jurnalis harus selalu menjaga kode etik wartawan yang dikeluarkan Dewan Pers dan Kode Etik AJI.
"Kode etik jurnalis harus ditegakkan untuk menjaga kinerja, karena kita selalu berhadapan dengan banyak institusi di luar AJI. Sehingga, tetap harus berpegang pada UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers," imbaunya. (*)