TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjual Bank Mutiara ke J Trust dinilai masih menyisakan persoalan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemudian diingatkan untuk berhati-hati soal penjualan bank yang dulunya bernama Bank Century tersebut ke J Trust.
"Ada hal yang belum tuntas terkait kasus hukum atas pengucuran dana bailout untuk Bank Century," ujar Mukhammad Misbakhun anggota Komisi XI DPR dalam rapat kerja dengan OJK, Senin (24/11/2014).
Ia meneghaskan, nilai penjualan Bank Mutiara yang berada di bawah jumlah kucuran dana pemerintah, sudah jelas memunculkan kerugian keuangan negara.
"Saya perlu mengingatkan, Bank Mutiara ini ada dispute yang luar biasa. Selisih harga jual dengan bailout Rp 6,7 triliun, kalau kita mengacu hasil pansus bahwa tidak ada ditengarai bank gagal berdampak sistemik, maka selisih itu adalah selisih kerugian negara. Dan itu tidak bisa jadi beban krisis," Misbakhun menegaskan.
Terungkap, sebanyak 99 persen saham Bank Mutiara dijual oleh LPS ke J Trust Co, seharga Rp 4,41 triliun. Sementara dana yang sudah diguyurkan Pemerintah ke bank itu minimal Rp 6,7 triliun, belum dihitung bunga.
OJK dan LPS sudah meneliti, tidak ada keterkaitan antara J Trust dengan pemegang saham lama.
Misbakhun kembali mengingatkan, risiko lanjutan akibat munculnya kerugian negara akibat penjualan Bank Mutiara. "Begitu ini menjadi kerugian negara, akan menjadi beban bagi banyak orang yang ada di situ," tegasnya.
Misbakhun juga mengingatkan kepada jajaran komisaris OJK berhati hati berkaitan dengan masalah pelepasan Bank Mutiara ke investor Jepang tersebut.
"Walaupun sudah keluar release bahwa Bank Mutiara sudah terjual, saya ingatkan, permasalahan belum selesai. Ada permasalahan hukum dan hasil penjualan yang berbeda," lanjut salah satu inisiator kasus Bank Century ini lagi.
Politisi Partai Golkar ini kemudian menantang OJK menyiapkan protokolbila menghadapi krisis keuangan. Dengan demikian, sambungnya, OJK bisa bekerja mensinerjikan sektor keuangan dalam menghadapi krisis. Perbedaan penafsiran bailout Bank Century diantara Pemerintah dan DPR, katnya lagi, disebabkan ketiadaan protokol demikian.
"Kejadian bailout Century, kemudian ada intrepretasi yang berbeda antara DPR dan pemerintah, karena tak ada protokol krisis yang memadai," pungkas Misbakhun.