News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Keluarkan Surat Keberatan, Hamdan Zoelva Dituding Ingin Jadi Ketua MK Lagi

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Rendy Sadikin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Hamdan Zoelva memimpin jalannya sidang uji materi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (29/9/2014). MK menolak gugatan UU MD3 terkait penentuan jabatan pimpinan di parlemen yang akan dipilih langsung oleh anggota DPR dan tidak lagi diberikan kepada partai politik sesuai perolehan kursi. Dua hakim konstitusi, yakni Arief Hidayat dan Maria Farida Indrati menyatakan dissenting opinion (berbeda pendapat) atas putusan tersebut. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi dinilai berlebihan atas keberatan terhadap Refly Harun dan Todung Mulya Lubis sebagai anggota panitia seleksi (pansel) calon hakim konstitusi.

Keberatan itu tertuang surat MK No. 2777/HP.00.00/12/2014 tgl 11/12 terkait keputusan Presiden Joko Widodo memilih Refly Harun dan Todung Mulya Lubis.

"Pembentukan Pansel maupun nantinya penetapan hakim konstitusi dari unsur Presiden merupakan wewenang Presiden yang tidak dapat diintervensi oleh siapapun (termasuk oleh MK)," kata Anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah melalui pesan singkat, Senin (15/12/2014).

Ia mengingatkan Pasal 24C ayat (3) UUD 1945 telah menjamin hal tersebut yaitu MK mempunyai 9 orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR, dan tiga orang oleh Presiden.

Untuk menjamin proses penetapan hakim konstitusi yang transparan dan partisipatif sesuai perintah Pasal 19 UU MK, maka Presiden membentuk Pansel untuk membantunya; (2) Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 menyebutkan wewenang MK.

"Dalam pasal-pasal tersebut tidak diatur wewenang untuk terlibat/ ikut campur dalam pembentukan Pansel maupun penetapan hakim konstitusi oleh Presiden," ujar Basarah.

Melalui surat tersebut, kata Basarah, MK secara nyata telah melanggar UUD 1945, padahal MK seharusnya menjadi penjaga UUD 1945. Wasekjen PDIP itu juga menilai surat keberatan MK syarat dengan nuansa kepentingan politik ketua MK Hamdan Zoelva.

Mengingat Hamdan Zoelva telah menyatakan berminat maju kembali untuk periode kedua. "Muncul kesan bahwa Hamdan Zoelva ingin Pansel diisi orang-orang yang mendukungnya.Surat ini juga bentuk arogansi Ketua MK yang menganggap Presiden seakan tidak mampu memilih figur Pansel yang independen dan obyektif," tuturnya.

Dengan pertimbangan tersebut Basarah mendesak MK untuk segera menarik kembali surat tersebut karena telah meruntuhkan kewibawaan MK sebagai lembaga peradilan yang harusnya bebas dari pengaruh kepentingan politik.

"Saya juga meminta kepada Presiden dan Pansel untuk tetap bekerja dalam memilih hakim konstitusi yang berintegritas, adil dan negarawan serta tidak terpengaruh dengan intimidasi Ketua MK melalui suratnya karena tidak memiliki dasar hukum," ungkapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini