Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku tak setuju dengan pembentukan Polisi Parlemen. Menutunya tak boleh ada polisi bersenjata masuk ke Gedung DPR.
"Engga boleh ada polisi masuk Gedung DPR karena kami menganggap senjata dilarang dari kawasan ini. Sistemnya silahkan diatur. Simbol militer ngga boleh ada di Gedung DPR," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (13/4/2015) kemarin.
Dirinya menjelaskan, memang ada pemikiran membangun kemandirian legislatif pasca amandemen keempat UUD 1945. Sebab, DPR masih belum lepas dari imej sebagai kaki tangan pemerintah.
"Dalam UU MD3 concern-nya itu membangun kemandirian legislatif. Seharusnya DPR punya sistem pengamanan sendiri yang perlu dibuat," kata Fahri.
Politikus PKS ini mengingatkan kembali prinsip trias politika, di mana filosofi DPR adalah lembaga independen. Dalam konteks UUD keberadaan DPR penting, sehingga harus dijaga keberadaannya.
"Artinya harus ada pengamanan independen. Saya belum tahu (konsepnya seperti apa). Pola pengamanan lama ke baru harus ada gradasinya," tambahnya.
Diketahui, dalam sebuah dokumen usulan dibentuknya Polisi Parlemen, dijelaskan sejumlah fasilitas yang dibutuhkan. Antara lain bangunan kantor 1 unit, area parkir, mushola, meja kerja 160 buah, kursi kerja 300 buah, komputer 100 unit, hingga senjata api pendek 250 unit, senpi panjang 100 unit.
Kemudian mess/barak personil 5 unit, rumah dinas 130 unit, golf car 7 unit, tameng dalmas 300 unit, kendaraan water canon 2 unit, kawat barrier 5 unit, hingga body protector dan helm dalmas masing-masing 300 unit.