News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Atlet Pengharum Bangsa

Atlet Sepeda Peraih Medali Emas Itu Kini Menarik Becak

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suharto (64) hidupnya kini.

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Seorang tukang becak, Suharto (64), turut sumringah saat mendengar mendengar atlet angkat besi peraih medali pertama untuk Indonesia di Olimpiade 2016, Sri Wahyuni Agustina, mendapat janji bonus Rp 2 miliar.

Kesumringahan Suharto itu tentu saja beralasan. Bapak tiga anak asal Surabaya ini dulu merupakan atlet sepeda.

Ia menyumbang medali emas untuk Indonesia di Sea Games tahun 1979 di Kuala Lumpur dan mendapat medali perunggu pada ajang open turnamen di China, tahun 1978.

"Saya ikut bangga," kata Suharto, saat ditemui di rumahnya di kawasan Jl Kebon Dalem VII, Surabaya, Rabu (10/8/2016) lalu.

Baca Juga : Kecewa Pemerintah, Mantan Atlet Nasional Ini Buang Puluhan Medali ke Laut

Suharto berandai-andai bila bonus Rp 2 miliar itu didapatkannya pada beberapa tahun silam pasti akan bisa membantu untuk biaya pengobatan dirinya.

Suharto menceritakan, sejak dua tahun belakangan, hernia di perutnya memang kian parah.  Kalau pada 2011 silam penyakit itu hanya menyerang perut sebelah kanan, kini perut sisi kirinya juga ikut terserang.

Operasi yang pernah dia jalani, rupanya tidak banyak membantu menyembuhkannya.  Untuk menyiasati agar aktivitasnya tidak terlalu terganggu oleh penyakit itu, sehari-hari Suharto mengikat perutnya dengan karet ban yang diikat dengan dua balok kayu. Dua balok kayu itulah yang menjadi alat untuk menyangga hernia di perutnya.

"Mau berobat ke dokter juga tidak ada uang. Penghasilan dari menarik becak sehari-hari ya cuma cukup buat makan," katanya.

Perjalanan Karier

Suharto mengisahkan perjalanannya di dunia balap sepeda memang yang dirasanya tidak ringan. Untuk mewujudkan mimpi sebagai atlet profesional, Suharto saat itu terpaksa meminta bantuan dari kedua orangtuanya. Seperangkat perhiasan serta dua unit sepeda motor terpaksa mereka jual agar Suharto memiliki sepeda yang andal. Sebuah sepeda balap mahal buatan Italia yang kala itu dijual di kawasan Jalan Tunjungan, Surabaya.

Tetapi pengorbanan kedua orangtuanya tak sia-sia. Pada 1974, sepeda impian itu berhasil menjadikannya sebagai juara pada ajang Walikota Surabaya Cup. Suharto yang selama masa remajanya tidak pernah mendapat pelatihan khusus dari pelatih sepeda, sanggup menyingkirkan atlet-atlet berpengalaman.

"Bangganya bukan main. Apalagi lawan-lawan yang dikalahkan adalah atlet-atlet TC," kata pria yang pernah menolak tawaran menjadi pelatih di Malaysia tersebut.
Sejak kemenangan di Walikota Surabaya Cup itulah Suharto dilirik oleh KONI. Dia pun diajak bergabung dalam Puslatda untuk mewakili Jawa Timur dalam berbagai event. Berikutnya, dia pun dipercaya mewakili Indonesia dalam berbagai event.

Beberapa prestasi yang pernah dia torehkan, antara lain dua medali perak dalam ajang Tour de Thailand pada 1976 serta tiga perak dan tiga perunggu di ajang Tour de Issi yang berlangsung di Sulawesi pada tahun yang sama. Dia juga menyumbangkan dua medali emas, satu medali perak, serta dua medali perunggu untuk Jawa Timur pada ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) 1977 di Jakarta.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini