News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

12 Tahun Perjuangan Suciwati, 'Nyawa Kami Masuk Sayembara'

Penulis: Valdy Arief
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Istri aktivis Munir, Suciwati menggelar aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (8/9/2016). Dalam aksi yang ke-458 tersebut, mereka kembali meminta penyelesaian serta kejelasan kasus pelanggaran HAM di masa lalu terutama kasus pembunuhan munir yang telah 12 tahun berlalu. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Suciwati pun memiliki kegiatan lain. Bersama Maria Katarina Sumarsih, ibu dari korban tragedi Semanggi 1 Bernardus Realino Norma Irawan (Wawan), mereka tidak pernah absen dalam aksi tersebut. Suciwati dan Sumarsih lalu membentuk JSKK (Jaringan Solidaritas Keluarga Korban).

Aksi Kamisan telah mereka mulai sejak Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, tepatnya pada 18 Januari 2007. Hingga rezim kekuasaan berganti, para keluarga korban pelanggaran HAM masih berdiri setiap Kamis sore di depan kantor presiden.

Sumarsih selaku Koordinator Kamisan yang juga menjadi Presidium JSKK, menyebut dalam dua tahun Pemerintahan Jokowi, dia merasa tidak ada perkembangan serius dalam penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Malah, Sumarsih menyebut hambatan dalam penyampaian pendapat semakin banyak.

"Sejak presiden yang baru, depan Istana diberi kawat," kata Sumarsih di kediamannya, Meruya, Jakarta Barat, Rabu (19/10). "Kadang kami juga dilarang menggunakan TOA (pengeras suara)," sambungnya.

Bahkan, pada Agustus silam, peserta Kamisan sempat disuruh mundur lebih jauh beberapa meter dari gerbang Istana. Mereka diminta menyampaikan pendapatnya dari Taman Pandang Istana yang letaknya semakin jauh dari lokasi awal. "Pernah sekali diminta geser ke sana, setelah saya protes, bisa kembali ke tempat semula," ujar Sumarsih.

Selama mantan Walikota Solo itu memimpin Indonesia, JSKK sudah tiga kali mengirimkan surat permohon untuk bertemu sang kepala negara. Namun, tidak satu kali pun mendapat tanggapan yang dianggap Sumarsih serius.

Hal tersebut sangat disayangkan para korban pelanggaran HAM yang sempat dijanjikan penyelesaian oleh Jokowi. Terlebih presiden bertubuh ramping itu terkenal senang menyapa rakyatnya.

"Jokowi kan senang blusukan kemana-mana, ini yang di depan Istana saja tidak pernah disapa," kata pensiunan pegawai negeri sipil ini. Janji penyelesaian masalah HAM yang digemborkan pada masa kampanye, dianggap JSKK tidak lebih dari manuver politik belaka.

Namun, Sumarsih optimis suatu saat hati pemimpin negara ini dapat terketuk melihat rakyatnya yang tetap setia berdiri setiap Kamis sore untuk menagih janji. "Air yang menetes perlahan di atas batu, perlahan akan mengikis juga,".

Dia juga menyebut banyak orang yang mendapat manfaat karena mempelajari aksi mereka, turut memberi semangat tersendiri. "Ada mahasiswa yang meneliti perjuangan kami, lulus dengan nilai baik dan diangkat jadi asisten dosen. Tidak lama dia dapat beasiswa ke Inggris. Biar pemerintah tidak peduli, ada hal-hal seperti ini yang memberi kami semangat saat mencari kebenaran," tuturnya.

Meski demikian, Istri mendiang Munir Said, Suciwati mengaku sudah tidak menaruh harapan pada sosok Joko Widodo. Terlebih setelah iring-iringan kendaraan Sang Presiden yang lewat begitu saja di depan massa Aksi Kamisan beberapa waktu silam. "Kami sudah capek dibohongi dan diberi angin surga," sebutnya.

Harapan Suciwati akan adanya proses dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia semakin pupus setelah perombakan anggota Kabinet Kerja terakhir. Menurutnya, Jokowi malah memasukkan orang yang terlibat pelanggaran HAM sebagai pembantunya.

Selain itu, terbunuhnya petani sekaligus aktivis anti-tambang dari Lumajang, Salim Kancil sebagai tanda kegagalan pemerintahan ini dalam menegakan hukum. "Bagaimana bisa Salim Kancil dibunuh di jaman yang begitu terbuka seperti sekarang," sebut Suciwati.

Setelah berjalan hampir 10 tahun dari aksi perdananya, Kamisan tidak hanya berlangsung di Jakarta. Ada kota-kota besar lain di Indonesia yang melaksanakan kegiatan serupa, seperti Bandung, Yogyakarta hingga Pekanbaru dengan tuntutan sama. (valdy arief)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini