News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bocorkan Hasil Sidang Perdata, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Akui Dibayar Rp 300 Juta

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas KPK menunjukkan uang hasil operasi tangkap tangan (OTT) panitera pengganti Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, di kantor KPK, Jakarta, Jumat (1/7/2016). KPK berhasil mengamankan uang berjumlah 28 ribu dollar Singapura dan menetapkan panitera pengganti PN Jakarta Pusat Muhammad Santoso (SAN), pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah (RAW), dan staf bagian Legal & Consultant Ahmad Yani (AY) sebagai tersangka terkait dugaan suap putusan kasus perdata antara PT Kapuas Tunggal Persada (PT KTP) melawan PT Mitra Maju Sukses (PT MMS) di PN Jakpus. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sebelum dibacakan, putusan gugatan kasus perdata antara PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) melawan PT Mitra Maju Sukses (MMS) dibocorkan Panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat M Santoso.

Harga yang harus dibayarkan oleh Raoul Adhitya Wiranatakusumah selaku pengacara PT KTP adalah Rp 300 juta.

Hal ini diungkapkan Santoso saat menjadi saksi dalam sidang kasus suap dengan terdakwa Raoul di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (26/10/2016).

Anggota majelis hakim Yohanes Priyana geram mendengar pengakuan Santoso.

Dirinya mencecar tujuan Santoso membocorkan hasil putusan sidang.

"Kepentingan saudara membocorkan hasil putusan pada salah satu pihak ini apa?" tanya hakim Yohanes.

Santoso hanya terdiam.

"Apa ada yang menyuruh membocorkan? Majelis hakim atau siapa?" hakim Yohanes kembali bertanya.

Santoso masih terdiam. Namun dia kemudian menjawabnya.

"Tidak disuruh majelis hakim. Saya memang salah yang mulia," jawab Santoso.

"Bukan masalah salahnya, tapi ini yang kemudian jadi persoalan," ucap hakim Yohanes.

Hakim Yohanes menjelaskan, sebelum sidang putusan, panitera pengganti selalu diajak bermusyawarah untuk memutuskan hasil perkara. Namun sesuai peraturan pengadilan, panitera pengganti tak lagi diajak diskusi.

"Takutnya nanti bocor dulu sebelum diputus. Seperti Anda ini," kata hakim Yohanes.

Santoso mengungkapkan bahwa dirinya memang sejak lama telah berkomunikasi dengan Raoul. Saat pertama kali dihubungi pada 4 April 2016, Raoul meminta padanya untuk membantu memenangkan perkara. Dia juga dikenalkan dengan staf bidang kepegawaian di kantor Raoul, Ahmad Yani, untuk membantu mengurus perkara tersebut. Imbalannya berupa uang Rp300 juta yang dijanjikan Raoul pada Santoso.

Dalam dakwaan Raoul beberapakali menemui hakim Partahi dan Casmaya. Tujuannya adalah untuk membahas perkara yang saat itu tengah ditangai oleh Raoul.

Adapun pertemuan pertama dilakukan pada 13 April 2016 yang kemudian dilanjutkan pada tanggal 15 April 2016. Ketika itu, Raoul bertemu Partahi dan Casmaya di ruangan hakim lantai 4 Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Raoul bersama anak buahnya, Ahmad Yani, telah menyiapkan uang sejumlah SGD25,000 untuk hakim dan SGD3,000 untuk Panitera Pengganti, Santoso yang menjadi pengubung antara Raoul dengan hakim.

Pada putusannya, Majelis Hakim kemudian menjatuhkan vonis dengan amar putusan gugatan tidak dapat diterima. Setelah putusan dibacakan, Ahmad Yani membaca amplop berisi uang itu untuk diserahkan kepada Santoso. Namun usai penyerahan, Santoso dan Ahmad Yani ditangkap petugas KPK.

Atas perbuatannya terdakwa diancam pidana pasal 6 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 KUHP. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini