TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR- Kapolri Jendral Tito Karnavian dalam pembukaan sidang umum Interpol ke 85 menyatakan,dalam pemilihan dari beberapa komite yang dipilih akan mengikat perjanjian-perjanjian yang disepakati.
Dalam sidang sendiri, bahwa sidang membahas tentang kebutuhan organisasi Polisi se Dunia untuk berbagi informasi kepada setiap anggota.
"Bahwa disepakati deteksi investigasi dan terorganisasi berpotensi meningkatkan kejahatan, seperti kejahatan cyber dan terorisme," ucap Tito melalui Kabag Penum Mabes Polri Kombespol Martinus Sitompul, Senin (7/11/2016).
Dijelaskan Martinus, apabila organisasi Interpol sudah cukup baik dalam menghadapi dan mengantisipasi segala yang berhubungan dengan kejahatan Internasional.
Kerjasama yang mengikat ini, juga disepakati bahwa tidak ada negara yang aman dari berbagai serangan.
Karena itu, penting untuk menjalin kerjasama dalam berbagi informasi untuk menangkal serangan teroris dan serangan cyber crime.
"Ini juga menghasilkan satu kemajuan organisasi Polisi untuk menangkal segala tantangan mengenai dua kejahatan itu," imbuhnya.
Dalam sambutannya sendiri, Jendral Tito Karnavian menyampaikan beberapa hal tentang terorisme.
Seperti ribuan orang terindikasi bergabung dengan ISIS.
Karena itu, radikalisme dan ekstrimisme menjadi ancaman bagi negara-negara dalam pertemuan Interpol. Pendek kata ancaman global.
"Kami telah menyusun strategi penanggulangan terorisme. Strategi itu diciptakan untuk mencegah penyebaran ideologi radikal di Indonesia."
Kami juga fokus melakukan upaya rehabilitasi dan deradikalisasi terhadap narapidana teroris baik yang masih menjalani masa hukumannya atau yang sudah bebas," jelas Tito.
Intinya, pemerintah memiliki tanggung jawab penuh untuk mencegah para kerabat narapidana beraliran radikal mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan.
Bahkan dikucilkan. Hal tersebut dapat menciptakan kebencian terhadap pemerintah dan meningkatkan potensi jumlah pendukung kelompok tersebut. (ang).