Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun 2016 tidak bisa dikatakan sebagai tahun yang tenang bagi pemerintahan.
Sepanjang tahun 2016 ini banyak pihak yang berselisih paham dengan pemerintah, bahkan Presiden RI Joko Widodo dan wakilnya, Jusuf Kalla dalam beberapa kesempatan sempat berbeda pendapat.
1. Golkar
Tahun 2015 diakhiri dengan mundurnya Setya Novanto dari kursi Ketua DPR. Ia lengser setelah ditekan melalui Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), yang merupakan buntut dari kasus "Papa Minta Saham."
Saat itu baik Presiden maupun Wakil Presiden sama-sama menghujat Setya Novanto yang diduga menjual nama Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk minta saham Freeport.
Di awal tahun 2016 setelah Setya Novanto atau yang akrab dipanggil Setnov itu mundur dari kursi Ketua DPR, ia sempat menghilang dari pemberitaan.
Tiba-tiba nama Setnov kembali muncul setelah ia memutuskan untuk maju dalam pemilihan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.
Kemunculan Setnov tidak membuat Jusuf Kalla yang sempat menjabat sebagai Ketua DPP Partai Golkar itu tinggal diam. Ia sempat melakukan pergerakan untuk mengantisipasi hasil pemilihan.
Di saat yang bersamaan Luhut Binsar Panjaitan, kader Partai Golkar yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Politk Hukum dan HAM (Menkopolhukam), juga ikut bergerak.
Namun keduanya berada di posisi yang berbeda. Hal itu sedikit banyaknya dikonfirmasi oleh Presiden dalam sambutannya di Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar yang digelar 14 Mei lalu di Bali, yang dihadiri oleh Presiden, Wakil Presiden dan Menkopolhukam.
"Banyak yang bertanya ke saya, banyak yang juga komplain ke saya, 'Pak Presiden, kenapa Menko Polhukam mengumpulkan DPD-DPD? saya jawab Pak Luhut dulu di Dewan Pertimbangan Partai Golkar, benar enggak?" kata Jokowi.
"Lalu, masyarakat kembali bertanya tentang dukungan yang diberikan JK ke salah satu calon. Selanjutnya lagi tanya ke saya, komplain Pak kenapa Pak Wapres mengumpulkan DPD-DPD? Jawaban saya sama, Pak JK dulu kan Ketum Golkar, kan juga enggak apa-apa," ujarnya.
Dalam perhelatan tersebut Setnov menang dalam pemilihan Ketua Umum DPP Partai Golkar. Setelahnya ia kemudian mengumumkan bahwa partai berlambang pohon beringin itu mengalihkan dukungan ke koalisi pro pemerintah.
Setelah terpilih Setnov menegaskan bahwa Partai Golkar mendukung Joko Widodo pada Pemilihan Presiden 2019 mendatang.