Terkait hal itu, Kementerian Perhubungan akan memberi hukuman kepada nahkoda dan ABK yang meninggalkan penumpang begitu saja saat terjadi kebakaran di KM Zahro Express.
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono, nahkoda yang baik seperti di film Titanic, yakni meninggalkan kapal paling terakhir setelah semua penumpang dan ABK keluar.
"Kalau nahkoda lompat duluan itu bukan seorang nahkoda. Nahkoda itu paling belakang, seperti kapal Titanic," ujar Tonny di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Minggu (1/1/2017).
Kementerian Perhubungan akan memeriksa dan evaluasi kembali sikap nahkoda dan ABK yang meninggalkan kapal lebih dulu daripada penumpangnya. Jika benar hal tersebut terjadi, maka izin operasinya akan dicabut. "Jika terjadi kejadian tersebut kita cabut lisensi dia tidak boleh berlayar lagi," ungkap Tony.
Tony menambahkan, sebelum izin nahkoda kapal Zahro Express dan ABK dicabut, mereka akan disidang di Mahkamah Pelayaran.
Selain dicabut izinnya, mereka juga akan mendapat hukuman dari Kementerian Perhubungan. "Akan disidang di Mahkamah Pelayaran siapa yang bersalah dan siapa yang berbuat dapat hukuman setimpal," tegas Tony.
Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com, Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Kepulauan Seribu, Edi Rudiyanto mengaku anak buah kapal (ABK) tersebut mengetahui ada asap keluar dari mesin kapal.
Namun, kata dia, ABK itu bukan memberitahu para penumpang, malah berupaya menyelamatkan diri sendiri. "ABK tahu ada asap tebal dari mesin, mereka yang seharusnya memberi informasi kepada penumpang malah berupaya menyelamatkan sendiri," kata dia.
Mental Ksatria Pelaut
Sementara itu seorang pelaut Indonesia Capt. Addy Novandy, berharap kejadian musibah ini, agar sesama rekan-rekan pelaut terutama Senior rank golongan Perwira Officer/Engineer hingga Nakhoda untuk benar-benar melakukan pengecekan kelaiklautan kapalnya meningkatkan keselamatan pelayaran.
"Dengan Pre Departure dan Post Arrival Check List pada semua permesinan, alat bantu dan navigasi, LSA (Live Saving Appliance) dan FFE sesuai standard manajemen system perusahaan masing-masing, bernavigasi secara aman, efektif & efisien"," ujar Addy Novandy.
Selain itu para pelaut diimbau agar terus bertindak dan berpikir sesuai aturan/hukum maritim, memiliki Good Seamanship/kecakapan pelaut, berkoordinasi/komunikasi dengan pihak-pihak terkait, bertindak sesuai Prosedur Darurat yang berlaku termasuk Contigency Plan!
Addy mengimbau instansi pendidikan Pelayaran Indonesia UPT Diklat SDM Kemenhub, hendaknya memperbaiki mental dan mutu pendidikan calon-calon pelaut terutama Perwira Pelayaran agar jangan hanya dibekali Ilmu Kemaritiman saja namun pembinaan kedisiplinan pendidikan semimiliter kepelautan lebih ditingkatkan.
"Agar adik-adik para calon Perwira itu nantinya berjiwa ksatria, berkarakter mulia, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur kemanusiaan demi keselamatan jiwa crew dan penumpang, muatan, kapal dan lingkungan," ujar nakhoda asal Surabaya itu.