News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

WHO Dorong Kenaikan Cukai Rokok untuk Mencegah Bertambahnya Perokok Pemula

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivis berdandan seperti zombie untuk mengkampanyekan anti rokok di sekitar bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (2/2/2014). Kampanye ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya akibat merokok. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2017 yang jatuh pada 23 Juli, muncul fakta mengejutkan yang disampaikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Perokok pemula di Asia Tenggara termasuk Indonesia disebutnya terus meningkat.

Itu disebabkan oleh harga rokok yang masih terlalu murah.

Oleh sebab itu, WHO menyarankan ada pengendalian penggunaan tembakau dengan meningkatkan pajak tembakau.

WHO dalam situs resminya menyebutkan, rokok sudah membunuh 7 juta orang tiap tahunnya di dunia. Khusus di Asia Tenggara, disebutnya mencapai 1,3 juta orang per tahun.

Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara Poonam Khetrapal Singh mengatakan, laporan terbaru mengenai epidemi tembakau global, sebanyak 63 persen populasi dunia sudah berada di bawah payung hukum satu ukuran pengendalian tembakau komprehensif yang dimandatkan oleh Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Itu berarti, sebanyak 63 persen populasi sudah mengetahui adanya peringatan grafis untuk melarang iklan tembakau. Dia lantas mencontohkan Nepal yang pada 2015 sudah memperkenalkan peringatan kesehatan grafis terbesar di dunia soal peringatan tembakau.

Pada 2016, India meluncurkan program penghentian tembakau secara nasional serta meningkatkan peringatan kesehatan grafis.

WHO yakin, kebijakan menekan iklan tembakau ditambah dengan meningkatkan pajak produk tembakau bisa menekan jumlah pengguna.

Meski, peningkatan pajak tembakau akan berdampak pada naiknya harga rokok. Periklanan, promosi dan sponsor tembakau juga menjadi faktor pendorong jumlah pengguna.

’’Semua bentuk iklan langsung dan tidak langsung harus diakhiri. Tidak perlu lagi pemasaran karena menimbulkan kecanduan penyakit dan kematian di Wilayah Asia Tenggara," tegas Poonam dalam situsnya seperti dikutip Tribunnews.com, Senin 924/7/2017).

Idealnya, sudah tidak ada lagi upaya pemasaran untuk produk yang menyebabkan kecanduan, penyakit, dan kematian di Asia Tenggara.

WHO wilayah Asia Tenggara sendiri, disebutnya sedang mengevaluasi pelaksanaan kebijakan pengendalian tembakau di semua negara anggota.

Organisasinya ingin, ada peningkatan langkah-langkah pengendalian tembakau secara komprehensif. Tujuannya jelas, ada masa depan yang lebih sehat.

Sementara, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Hasbullah Thabrany fokus terhadap penelitian dan bahaya rokok di Indonesia. Katanya, sudah jadi rahasia umum kalau Indonesia juara soal konsumsi rokok.

’’Indonesia masih yang tertinggi daripada negara-negara lain. Masih juara soal rokok itu memalukan,” terangnya.

Memang benar apa yang disampaikan WHO, banyak kebijakan pemerintah dan industri rokok yang terus memompa generasi muda dengan iklan rokok. Yang seharusnya, tidak boleh begitu saja dilakukan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini