TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsudin mengatakan pihaknya mengapresiasi wacana kebijakan sekolah lima hari (five day school) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Meskipun dalam beberapa waktu terakhir masih menimbulkan pro dan kontra.
Pendapat MUI berbeda dengan PBNU yang menyatakan penolakan terhadap wacana sekolah lima hari tersebut.
PBNU khawatir kebijakan itu bisa mematikan pendidikan berbasis agama Islam seperti Madrasah Diniyah.
"Kemarin Rabu (23/8/2017) sudah kami adakan rapat pleno dengan Mendikbud langsung. Isu kebijakan sekolah lima hari yang dikatakan bisa mematikan madrasah diniyah itu ternyata tidak seperti yang dibicarakan," kata Din Syamsuddin di Jakarta, Kamis (24/8/2017).
Baca: Anggota DPR: Usut Siapa yang Menyuruh dan Mendanai Sindikat Pabrik Hoax Saracen
"Beliau menjelaskan kebijakan sekolah lima hari atau 'five days school' itu bisa memberdayakan Madrasah Diniyah, sisa satu jam bisa digunakan untuk melanjutkan pendidikan Islam. Melalui penjelasan itu banyak anggota Wantim yang mengapresiasi, berarti hanya ada kesalahpahaman saja," DIn Syamsuddin menambahkan.
Namun Din Syamsudin mengatakan bahwa persetujuan itu bukan dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan MUI.
"Ini hanya Wantim saja, bukan sikap resmi MUI. Beliau menjamin untuk tidak mematikan pendidikan berbasis agama Islam, hal itu perlu didukung sebagai upaya pemerintah membuat kebijakan sesuai dengan keinginan masyarakat," pungkasnya.